KONTEKS SOSIAL DALAM PERKEMBANGAN
DAN PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL
Dosen
Pengampu : Mona Ardina, S.Psi., M.Si
Kelompok 3
SADELA NURHAYANI
(A1G016071)
GUSTI KRISTIA
NINGRUM (A1G016070)
PROGRAM STUDY
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU
PENDIDIKAN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2016/2017
A.
Teori
Ekologi Bronfenbrenner
Teori Ekologi yang dikembangkan oleh Bronfenbrenner (1917)
fokus utamanya adalah pada konteks social dimana anak tinggal dan orang-orang
yang mempengaruhi perkembangan anak. Dalam teori ekologi Bronfenbrenner
terdiri atas lima system lingkungan yang meliputi dari interaksi interpersonal
sampai ke pengaruh kultur yang lebih luas. Kelima system system itu adalah
sebagai mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem.
Sebuah mikrosistem adalah setting dimana individu
banyak menghabiskan waktu. Beberapa konteks system ini adalah keluarga, teman
sebaya, sekolah, dan tetangga. Dalam mokrosistem ini individu berinteraksi
langsung dengan orang tua, guru, teman seusia, dan orang lain. Menurut teori
ini murid bukan penerima informasi secara pasif, tetapi murid adalah orang yang
berinteraksi secara timbal-balik dengan orang lain dan membantu nmengkonstruksi
setting tersebut.
Sebuah mesosistem adalah kaitan antara
mikrosistem.Contohnya adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan
pengalaman di sekolah, dan antara keluarga dan teman sebaya. Misalnya salah
satu mesosistem penting adalah hubungan antara sekolah dan keluarga. Murid yang
diberikan kesempatan lebih banyak untuk berkomunikasi dan mengambil keputusan
baik itu di keluarga atau dikelas menunjukkan inisiatif dan akademik yang lebih
baik.
Eksosistem (exosystem) terjadi ketika pengalaman setting lain (dimana murid tidak
berperan aktif) mempengaruhi pengalaman murid dan guru dalam konteks mereka
sendiri. Misalnya dewan sekolah dan dewan pengawas taman dalam suatu komunitas.
Mereka memegang peran kuat dalam menentukan kualitas sekolah, taman, fasilitas
rekreasi, dan perpustakaan. Keputusan mereka bisa membantu atau menghambat
perkembangan anak.
Makrosistem adalah kultur yang lebih luas. Kultur adalah istilah luas
yang mencakup peran etnis dan factor sosioekonomi dalam perkembangan anak.
Kultur adalah konteks terluas dimana murid dan guru tinggal, termasuk adat
istiadat, nilai masyarakat. Misalnya kultur beberapa Negara islam menekankan
peran gender tradisional, sementara Negara AS menerima peran gender yang lebih
bervariasi. Dinegara Islam lebih mendominasikan pendidikan kepada pria sedang
di AS mendukung kesetaraan antara pia dan wanita.
Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak.
Misalnya murid sekarang ini tumbuh sebagai generasi yang pertama (Louw, 1990).
Anak-anak sekarang adalah generasi pertama yang tumbuh dalam lingkungan
elektronik yang dipenuhi oleh computer dan bentuk media baru, generasi pertama
dalam revolusi seksual, dan generasi pertama yang tumbuh dalam kota yang
semrawut, yang tidak jelas antara batas antara kota dan desa.
Mendidik
anak berdasarkan teori Brefenbrenner adalah sebagai berikut:
1. Pandanglah
anak sebagai sosok yang terlibat dalam berbagai system lingkungan dan
dipengaruhi oleh system-sistem itu. Lingkungan itu antara lain sekolah dan
guru, orang tua dan saudara kandung, komunitas dan tetangga, teman dan rekan
sebaya, media, agama dan kultur.
2. Perhatikan
hubungan antara sekolah dan keluarga, jalin melalui saluran formal dan
informal.
3. Sadari arti
penting dari komunitas, status sosioekonomi, dan kultur dalam perkembangan
anak. Konteks sosial ini bisa sangat mempengaruhi perkembangan anak.
B. Teori Perkembangan Rentang Hidup Erikson
Teori Erikson melengkapi analisis Bronfenbrenner terhadap
konteks social dimana anak tumbuh dan orang-orang yang penting bagi kehidupan
anak. Erikson (1902-1994) mengemukakan teori perkembangan seseorang melalui
delapan tahapan yang kemudian dikenal dengan teori psikososial.. Kedelapan
tahap perkembangan akan dilalui oleh orang di sepanjang hidupnya, masing-masing
tahap terdiri dari tugas perkembangan yang dihadapi oleh individu yang
mengalami krisis. Hasil dari tiap tahap tergantung dari hasil tahapan
sebelumnya, dan resolusi yang sukses dari tiap krisis adalah penting bagi
individu untuk dapat tumbuh secara optimal.Semakin sukses seseorang mengatasi
krisisnya semakin sehat psikologi individu tersebut. Masing-masing tahap punya
sisi positif dan negatif.
1. Tahap I: Oral Sensory (bayi).
Tahap psikososial pertama oleh Erikson disebut sebagai rasa percaya versus rasa
tidak percaya (trust versus mistrust). Dalam tahap ini, bayi
berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan, kehangatan, dan persahabatan yang
menyenangkan, sehingga timbul kepercayaan, sebaliknya ketidakpercayaan akan
tumbuh jika bayi diperlakukan terlalu negative atau diabaikan.
2. Tahap II: Anal Musculature (masa
kanak-kanak awal).
yang kedua disebut sebagai otonomi versus rasa malu dan ragu (autonomy
versus shame and doubt). Tahap ini terjadi pada masa akhir (late infancy)
dan masa belajar berjalan (toddler). Setelah mempercayai pengasuhnya sang bayi
mulai menemukan bahwa tindakannya adalah tindakannya sendiri. Mereka menyadari
kehendaknya sendiri pada tahap ini anak akan melakukan apa yang diinginkan dan
menolak apa yang diinginkan. Jika bayi dibatasi atau terlalu keras dihukum akan
mengembangkan rasa malu dan ragu.
3. Tahap III: Genital
Locomotor (masa kanak-kanak awal hingga madya). Erikson menyebut
tahap ketiga ini sebagai inisiatif versus rasa bersalah (initiative versus
guilt). Saat anak merasakan dunia social yang lebih luas, mereka
lebih banyak mendapat tantangan ketimbang saat bayi. Untuk mengatasi tantangan
ini mereka harus aktif dan tindakannya mempunyai tujuan. Dalam tahap ini orang
dewasa berharap anak menjadi lebih tanggung jawab.
4. Tahap IV: Latency (masa
kanak-kanak madya hingga akhir). Tahap ke empat oleh Erikson disebut
sebagai Usaya versus inferioritas. Tahap ini terjadi kira-kira pada masa
sekolah dasar, dari usia enam tahun hingga usia puber atau awal remaja.
Inisiatif anak membuat mereka berhubungan dengan banyak pengalaman baru.Saat
mereka masuk sekolah dasar mereka menggunakan energinya untuk menguasai
pengetahuan dan ketrampilan intelektual. Masa kanak-kanak akhir adalah masa
dimana anak paling bersemangat untuk belajar, saat imajinasi mereka berkembang.
Bahaya masa ini muncul perasaan rendah diri, ketidakproduktivan dan
inkompetensi.
5. Tahap V: Puberty and Adolescence
(masa remaja). Tahap kelima adalah tahapan Erikson yang paling
penting dan paling berpengaruh, yaitu identitas versus kebingungan peran (identity
versus role confusion). Pada tahap ini remaja berusaha untuk mencari
jatidirinya, apa makna dirinya, dan kemana mereka akan menuju. Mereka akan
banyak peran baru dan status dewasa (seperti pekerjaan dan pacaran) Remaja ini
perlu diberi kesempatan mengeksplorasi berbagai cara untuk memahami identitas
dirinya. Apabila remaja tidak cukup mengeksplorasi peran yang berbeda dan tidak
merancang jalan masa depan yang positif, mereka bisa tetap bingung akan
identitas diri mereka.
6. Tahap VI: Young Adulthood (masa
dewasa muda). Tahap ke enam disebut sebagai keintiman versus
kesendirian (intimacy versus isolation). Tugas perkembangannya
adalah membentuk hubungan yang positif dengan orang lain. Erikson
mendeskripsikan intimasi sebagai penemuan diri sendiri tetapi kehilangan diri
sendiri dalam diri orang lain. Bahaya pada tahap ini adalah orang bisa gagal
membangun hubungan dekat dengan pacar atau kawannya dan terisolasi secara
social. Bagi individu seperti ini kesepian bisa membayangi seluruh hidup
mereka.
7. Tahap VII: Adulthood (masa
dewasa menengah). Tahap ini pada masa dewasa pertengahan, sekitar usia
40-an dan 50-an. Generativity berarti mentransmisikan sesuatu yang positif pada
generasi selanjutnya. Ini bisa berkaitan dengan peran seperti parenting dan
pengajaran. Melalui peran itu orang dewasa membantu generasi selanjutnya untuk
mengembangkan hidup yang berguna. Stagnasi sebagai perasaan tidak bisa
melakukan apa-apa untuk membantu generasi selanjutnya.
8. Tahap VIII: Maturity (masa
dewasa akhir). Tahapan ke delapan dan terakhir oleh Erikson disebut
sebagai integrasi ego versus keputusasaan (ego integrity versus despair).
Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga dapat mengingat kembali masa lalu
dan melihat makna, memikirkan apa-apa yang telah mereka lakukan. Jika evaluasi
retrospektif ini positif, mereka akan mengembangkan rasa integritas. Yakni
mereka memandang hidup mereka sebagai hidup yang utuh dan positif untuk
dijalani. Sebaliknya orang tua akan putus asa jika renungan mereka kebanyakan
negative.
Tahap Rentang Hidup Erikson
Tahap
Erikson
|
Periode
Perkembangan
|
Integritas vs putus asa
|
Dewasa akhir (usia 60 tahun
keatas)
|
Generative vs stagnasi
|
Dewasa pertengahan (usia 40-an,
50-an)
|
Intimasi vs isolasi
|
Dewasa awal usia (20-an, 30-an)
|
Identitas vs kebingungan identitas
|
Remaja (10 sampai 20)
|
Usaha vs inferioritas
|
Kanak-kanak pertengahan dan akhir
(SD, 6 sampai puber)
|
Inisiatif vs rasa bersalah
|
Kanak-kanak awal (prasekolah, 3,5
tahun)
|
Otonomi vs malu dan ragu
|
Masa bayi (tahun kedua)
|
Percaya vs tidak percaya
|
Bayi (tahun pertama)
|
C. Konteks Sosial dalam
Perkembangan
1. Keluarga
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi
anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pelajaran
(pendidikan). Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam
kehidupan keluarga. Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan
berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan
mendidik, melainkan secara kodrati. Suasana dan strukturnya memberikan
kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud
berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik
antara orang tua dan anak.
Anak-anak
tumbuh dalam keluarga yang berbeda-beda. Beberapa orang tua mengasuh dan
mendidik anak mereka dengan benar. Orang tua lainnya bersikap kasar atau
mengabaikan anaknya. Beberapa anak orang tuanya bercerai, anak lainya
tinggal bersama orang tua yang lengkap tanpa perceraian. Beberapa keluarga
hidup dalam kondisi ekonomi yang berkecukupan, beberapa keluarga lainnya
hidudalam kondisi ekonomi sederhana. Situasi yang bervariaasi ini akan
mempengaruhi perkembangan anak dan mempengaruhi murid didalam dan diluar
lingkungan sekolah (Crowan & Crowan, 2002 dan Morrisan dan Cooney, 2002).
a.
Gaya Parenting (gaya asuh)
Baumrin mengatakan ada empat bentuk
gaya pengasuhan atau perentin:
1)
Authoritarian Perenting
Merupakan gaya asuh yang bersifat
menghukum dan membatasi. Dimana hanya ada sedikit percakapan antara orang tua
dan murid, menghasilkan anak yang tidak kompeten secara sosial.
2)
Authoritative Pareting
Merupakan gaya asuh yang positif
yang mendorong anak untuk independen tapi masih membatasi dan mengontrol
tindakan mereka. Perbincangan saling tukar pendapat diperbolehkan dan orang tua
bersikap membimbing dan mendukung. Menghasilkan anak yang kompeten secara sosial.
Anak cenderung mandiri, tidak cepat puas, gaul, dan memperlihatkan harga diri
yang tinggi.
3)
Neglectful Parenting
Gaya asuh dimana orang tua tidak
terlibat aktif dan tidak perduli dengan kehidupan anaknya, orang tua hanya
meluangkan sedikit waktu. Hasilnya anak anak sering bertindak tidak kompeten
secara sosial. Mereka cendrung kurang bisa mengontrol diri, tidak cukup
termotifasi untuk berprestasi
4)
Indulgend Parenting
Gaya asuh dimana orang tua sangat
terlibat dalam kehidupan anaknya tapi tidak banyak memberikan batasan atau
kekeangan pada perilaku mereka. Orang tua ini sering membiarkan anak mencari
cara sendiri untuk mencapai tujuannya, bahwa orang tua model ini percaya bahwa
kombinasi dukungan pengasuhan dan sedikit pembatasan akan menbentuk anak
kreatif dan percaya diri.
(Santrock, 2007)
b.
Keluarga yang berubah dalam masyarakat yang berubah
Anak-anak dari keluarga yang
bercerai, perceraian dalam keluarga dapat memberikan dampak yang kompleks
terhadap anak. Hal tersebut tergantung faktor-faktor seperti usia anak,
kekuatan dan kelemahan anaksaat perceraian, tipe parenting, status
social ekonomi dan pelaksanaan fungsi keluarga setelah perceraian. Adanya
system pendukung seperti saudara kawan, guru, dapat menciptakan hubungan
positif yang terus berlanjut anatara ayah dan ibu yang sudah bercerai, kemapuan
memenuhi kebutuhan keuangan dan kualitas sekolah dapat membantu anak dalam
mengatasi situasi perceraian yang menekan.
Beberapa cara yang dilakukan guru
untuk membantu anak yang tertekan akibat perceraian:
1)
Menghubungi orang tuanya
2)
Menyarankan untuk memcari bimbingan professional dalam maksud bimbingan
konseling, yaitu dengan mengadakan pertemuan regular anatara anak dan orang tua
yang dibimbing oleh professional mental atau guru yang memiliki keahlian khusus
3)
Membantu si anak dengan caramemberi perhatian yang lebih dan member bimbingan
kepada mereka agar dapat mengatasi situasi dan berkosentrasi dalam pelajaran
sekolah
4)
Anjurkan mereka membaca buku tentang perceraian
c.
Variasi etnis dan sosial ekonomi keluarga
Keluarga dalam kelompok etnis yang
berbeda akan bervariasi dalam besar, strukturnya dan komposisinya: keterkaitan
mereka dengan jaringan kerabat, dan level pendapatan dan pendidikannya.
Praktek pengasuhan anak berbeda-beda
diantara keluarga yang bersatatus ekonomi tinggi, sedang dan rendah. Contohnya,
orang tua yang berpendapatan rendah lebih sering menekankan pada karakteristik
eksternal seperti kepatuhan dan kerapian. Sebaliknya keluarga yang status
ekonomi menengah sering menekankan pada karakter nilai internal sepertikontrol
diri dan penundaan rasa puas. Orang tua yang berstatus social ekonomi
menengahlebih sering memuji, melengkapi disiplin dengan penalaran, dan
mengajukan pertanyaan kepada anak. Orang tua berstatu ekonomi rendah, lebih
mungkin menggunakan hukuman fisik dan mengkritik anaknya.
d.
Hubungan Sekolah-keluarga
Dalam
teori Bronfendbrenner, hubungan antara keluarga dan sekolah adalah meso system
yang penting. Demikian juga menurut studi Hetherington, lingkungan sekolah yang
otoritatif akan mengunrungkan anak-anak dari beragam keluarga yang berbeda.
Joyce Epstai (1996, 2001: Epstain
& Sanders, 2002) mendeskripsikan enam area dimana hubungan keluarga dan
sekolah dibentuk:
1) Menyediakan
bantuan untuk keluarga. Sekolah dapat memberikan informasi kepada orng tua
informasi tentang keterampilan bagaimana cara keluarga mendidik anak,
menerangkan arti penting keluarga , perkembangan anak dan remaja dan konteks
konteks rumah yang bisa memperkaya pembelajaran dikelas. Guru adalah hal yang
sangat penting untuk menciptakan hubungan antara sekolah dan keluarga.
2) Berkomunikasi
secara efektif dengan keluarga mengenai program sekolah dan kemajuan anak
mereka. Hal ini dilakukan dengan mengajak orang tua untuk mengadakan
konferensi guru-orang tua dan fungsi-fungsi sekolah lainnya. Kehadiran orang
tua dapat membuat murid tahu orang tua memperhatikan prestasi mereka di
sekolah.
3) Ajak
orang tua untuk menjadi relawan. Disekolah orang tua sebagai relawaan dan
untuk meningkatkan meningkatkan kehadiran dalam pertemuan sekolah.
4) Libatkan
keluarga dengan anak mereka dalam aktivitas belajar di rumah. Ini menggunakan
anatara lain pekerjaan rumah dan aktivitas lain yang berhubungan dengan
kurkulum pelajarann. Orang tua akan beerminat efektif jika mereka mempelajari
strategi tutoring (mengajar) dan mendukung kegiatan sekolah.
5) Libatkan
keluarga sebagai partisipan dalam keputusan sekolah. Orang dua bisan di undang
untuk menjadi dewan sekolah, komite sekolah, penasehat dan organisasi orang tua
lainnya. Organisasi orang tua-guru dengan tujuan untuk melakukan diskusi tujuan
pendidikan dan sekolah, metode belajar yang tepat sesuai dengan usia, disiplin
anak, dan kinerja ujian
6) Mengorganisasikan
kerjasama komunitas. Membuat hubungan dengan upaya dan sumber daya komunitas
bisnis, gen, perguruan tinggi dan universitas untuk memperkuat program sekolah,
praktek keluarga, dan pembelajaran murit. Sekolah bisa member keluarga tentang
program komunitas dan layanan komunitas yang bermannfaat bagi mereka.
2. Teman Sebaya
Selain keluarga dan guru, teman seusia atau
teman sebaya juga mempermainkan peran penting dalam perkembangan anak. Dalam
konteks perkembangan anak, teman sebaya (seusia) adalah anak pada usia
yang sama. Sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang
kira–kira sama. Sebaya memegang peran yang unik dalam perkembangan anak. Salah
satu fungsi terpenting adalah memberikan informasi dan perbandingan tentang
dunia diluar keluarga.
Piaget dan Sullivan memberikan penjelasan tentang peran
sebaya dalam perkembangan sosioemosional. Mereka menekankan bahwa melalui
interaksi sebayalah anak anak dan remaja belajar sebagaimana berinteraksi dalam
hubungan yang simetris dan timbal balik. Dengan sebaya, anak–anak belajar
memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, menghargai sudut pandang
sebaya, menegosiasikan solusi atau perselisihan secara kooperatif, dan mengubah
standart perilaku yang diterima semua.
a.
Fungsi teman sebaya
1) Teman sebaya
ialah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama.
2) Salah satu fungsi
kelompok teman sebaya yang paling penting ialah menyediakan suatu sumber
informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga
3) Relasi yang buruk
di antara teman-teman sebaya pada masa anak-anak diasosiasikan dengan suatu kecenderungan
untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja
4) Relasi yang harmonis di antara teman-teman
sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada
tengah baya.
b.
Status Teman Sebaya
Para developmentalis telah dengan tepat menunjukkan emapat
tipe status teman sebaya: anak popular, anak diabaikan, anak ditolak, dan anak
kontroversial. Anak populer (popular Children) sering kali dinominasikan
sebagai kawan terbaik dan jarang dibenci teman sebayanya. Anak populer member
dukungan, mau mendengar dengan perhatian, menjaga alur komunikasi dengan
kawannya tetap terbuka, cendrung riang, bertindak mandiri, menunjukkan
antusianisme dan perhatian kepada orang lain (Hartup,1983).
Anak diabaikan (neglegted children) jarang
dinominasikan sebagai kawan terbaik, tetapi bukan tidak disukai oleh kawan
seusianya. Anak ditolak (rejected children) jarang dinominasikan
sebagai kawan yang baik dan sering dibenci oleh teman seusianya. Anak yang
ditolak mengalami masalah penyesuaian diri yang serius ketimbang anak yang
diabaikan. Faktor penting dalam memprediksi apakah anak yang ditolak itu
melakukan tindakan jahat atau keluar dari sekolah menengah adalah sikap
agresinya terhadap teman sebayanya pada saat masih sekolah dasar. Anak
controversial (controversial children) sering kali dinominasikan sebagai
teman baik tetapi juga kerap tidak disukai.
Menurut piaget dan Kohlberg, melalui teman sebaya yang
diwarnai dengan memberi dan menerima, anak–anak mengembangkan pemahaman sosial
dan logika moral mereka. Anak–anak menggali prinsip keadilan dan kebaikan
dengan menghadapi perselisihan dengan sebaya. Hubungan sebaya juga bisa
berdampak negatif, ditolak atau diabaikan oleh sebaya membuat beberapa anak
merasa kesepian dan dimusuhi. Lebih jauh, penolakan dan pengabaian oleh sebaya
berhubungan dangan kesehatan mental individu dan masalah kriminal. Sebaya
dapat mengenalkan remaja pada alkohol, obat – obatan, kenakalan dan
bentuk perilaku lain yang dianggap orang dewasa sebagai perilaku maladaptif.
c.
Persahabatan
Persahabatan
memberikan kontribusi pada status teman usia sebaya dan memberikan keuntungan
lainnya:
· Kebersamaan.
Persahabatan memberikan anak partner yang akrab, seseorang yang bersedia
meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama
· Dukungan
fisik. Persahabatan memberikan sumberdaya dan bantuan disaat dibutuhkan
·
Dukungan
ego. Persahabatan membantu anak merasakan bahwa mereka adalah anak yang bisa melakukan
sesuatu dan layak dihargai, yang terpenting adalah penerimaan social dari
kawannya
·
Intimasi/kasih
sayang. Persahabatan memberianak suatu hubungan yang hangat, saling percaya dan
dekat dengan orang lain. Dalam hal ini anak-anak sering kali merasa nyaman
mengungkapkan informasi pribadi mereka (Santrock, 2007).
d. Perubahan
Developmen dalam hubungan teman sebaya
Pada masa sekolah dasar, kelompok teman seusia anak terdiri
dari teman seusia dengan jenis kelamin yang sama. Anak laki-laki saling mengajarkan
perilaku maskulin dan anak perempuan mengajarkan kultur wanita dan biasanya
suka berkelompok dengan teman-temannya. Pada masa remaja awal, partisipasi
dalam kelompok teman semakin meningkat . Mereka membentuk kelompok kecil
yang khusus atau disebut Klik (Clique) dan kesetiaan pada kelompok ini
dapat mempengaruhi hidup mereka. Identitas kelompok dengan klik ini bisa
mengaburkan identitas diri. Beberapa klik ini bisa mengaburkan identitas
personal individu. Beberapa jenis klik, misalnya kelompok anak yang menyukai
olah raga, anak populer, anak pintar, pencandu narkoba dan jagoan. Namun
diantara beberapa anak sangat independen dan tak ingin masuk ke kelompok mana
pun. Para remaja biasanya lebih tergantung pada kawan ketimbang pada orang tua
mereka untuk memuaskan kebutuhan akan rasa kebersamaan, kepastian dan
kedekatan.
3.
Sekolah
Sekolah merupakan pusat pendidikan formal. Tugas sekolah
sangat penting dalam menyiapkan anak dalam kehidupan bermasyarakat. Sekolah
bukan semata-mata sebagai konsumen, tapi sekolah juga sebagai produsen dan
pemberi jasa yang erat kaitannya dengan pembangunan. Pembangunanan tidak
mungkin berhasil tanpa tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas sebagai
produk pendidikan. Sekolah banyak berperan dalam mengembangkan social emosional
anak karena disekolah mereka mulai bergaul sebagai bagian dari anggota
masyarakat.
a.
Konteks
perkembangan sosial yang terus berkembang di sekolah
Konteks sekolah bervariasi sejak masa kanak-anak awal (taman
kanak-kanak), sekolah dasar hingga remaja. Masa kanak-kanak awal adalah sebuah
lingkungan yang terlindung oleh batas-batas dalam ruang kelas. Dalam setting
social yang terbatas ini, anak-anak berinteraksi dengan satu atau dua guru yang
biasanya perempuan, yang menjadi figure utama dalam kehidupan mereka saat iitu.
Anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya dalam kelompok kecil. Ruang
kelas merupakan konteks utama disekolah dasar, kelas lebih mungkin dirasakan
sebagai unit social ketimbang kelaspada masa taman kanak-kanak. Pada masa SMP
lapang sosialnya lebih luas bukan hanya ruang kelas saja. Remaja berinteraksi
dengan guru dan teman seuria mereka dari berbagai kalangan dengan latar
belakang kultur yang berbeda. Pada saat ini perilaku remaja makin mengarah pada
interaksi dengan teman, ekstrakulikuler, klub dan komunitas. Murid SMA lebih
menyadari sekolah sebagai system social dan mungkin termotivai untuk
menyesuaikan diri dengannya atau menentang (Santrock, 2007).
b.
Pendidikan masa kanak-kanak awal
Ada banyak variasi cara mendidik anak, namun banyak pakar
yang sepakat agar pendidikan disesuaikan dengan perkembangannya. Pendidikan
yang sesuai secara development pendidikan jenis ini didasarkan pada pengetahuan
perkembangan khas dari anak-anak dalam rentang usia (ketepatan usia) dan
keunikan anak (ketepatan individual). Pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan bertentangan dengan praktek yang tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan yang mengabaikan metode kongkret dalam mengajar anak. Pengajaran
langsung yang biasa berupa tulis baca, dianggap tidak sesuai dengan
perkembangan. Pendidikan yang tepat adalah pendidikan secara development.
Berikut
ini beberapa tema pendidikan yang tepat secara developmental (Santrock, 2007):
1) Domain
perkembangan anak-fisik, kognitif dan sosioemosional adalah domain yang
berkaitan dan perkembangan dalam satu domain dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh domain lainnya.
2) Perkembangan
terjadi dalam urutan yang relative teratur dengan kemampuan, keahlian dan
pengetahuan yang terbentuk kemudian akan didasarkan kepada keahlian, kemampuan
dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.
3) Variasi individual
mengkarakterisasi perkembangan anak. Setiap anak adalah individu yang yang unik
dan semua anak punya kekuatan, kebutuhan, dan minat masing-masing. Mengenai variasi
individu ini merupakan aspek utama untuk menjadi guru yang kompeten
4) Perkembangan
dipengaruhi oleh konteks social dan kultural yang beragam. Guru harus mengajar
kultur mayoritas anak jika kultur mereka berbeda dengan kulturnya sendiri
5) Anak-anak adalah
pelajar aktif dan harus didorong untuk mengkontruksi pemahaman dunia disekitar.
Anak-anak member kontribusiproses belajar mereka sendiri saat mereka berusaha
member makna atas pengalaman keseharian mereka
6) Perkembangan akan
meningkat jika anak diberi kesempatan untuk mempraktikkan keahlian baru dan
jika anak merasakan tantangan diluar kemampuan mereka saat itu.
7) Anak-anak akan
berkembang dengan amat baik dalam konteks komunitas dimana mereka aman dn
dihargai, kebutuhan fisik terpenuhi dan mereka merasa aman secara psikologis.
c.
Transisi
ke sekolah dasar
Saat
menjalani transisi ke sekolah dasar, mereka berinteraksi dan megembangkan
hubungan dengan anak baru sekolah memberi mereka banyak sumber ide untuk
membentuk pemahaman tentang diri mereka.
d.
Sekolah
untuk remaja
Ada perhatian khusus berkenaan dengan sekolah untuk remaja:
(1) transisi dari SMP ke SMA, (2) sekolah yang efektif untuk remaja, (3)
peningkatan kualitas sekolah menengah
Pada
masa ini murid merasa lebih tidak tergantung pada orang tua dan lebih ingin
menghabiskan banyak waktu dengan kawan-kawannya. Berdasarkan pengamatan dan
rekomendasi dari pakar dan pengamat pendidikandiseluruh negeri ada tiga
ciri-ciri utama dari sekolah-sekolah terbaik:
1. Sekolah yang mampu menyesuaikan semua kegiatan sekolah
dengan variasi individu dalam pengembangan fisik, kognitif, dan sosioemosional
murid-muridnya
2. Mereka memandang
serius apa yg dikenal sebagai perkembangan remaja awal. Beberapa SMP hanya
mempersispkan siswanya untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi. Salah satu
contohnya ada sekolah efektif membuat kelompok kecil, dimana murid bekerjasama
dengan sekelompok kecil guru yang berbeda-beda, tergantung kepada kebutuhan
murid.
3. Sekolah-sekolah
yang banyak perhatian pada perkembangan sosioemosional dan kognitif
Menurut
Carrnegie untuk meningkatkan kualitas dan mutu sekolah mengah dilakukan hal-hal
berikut ini:
1) Pengembangan
komunitas atau rumah yang lebih kecil untuk mengurangi sifat impersonal dari
sekolah.
2) Melibatkan orang
tua dan tokoh masyarakat dalam sekolah.
3) Menyusun kurikulum
yang dapat menghasilkan murid melek huruf, memahami sains, dan punya pemahaman
tentang kesehatan, etika, dan kewarganegaraan.
4) Membentuk tim guru
dan kurikulum yang lebih fleksibel yang mengintegrasikan beberapa disiplin
ilmu, bukan sekedar memberi pelajaran kepada murid dengan jam-jam
pelajar selama 50 menit yang terpisah dan tak terkait satu sama lain.
5) Meningkatkan
kesehatan dan kebugaran murid melalui program disekolah dan membantu murid yang
butuh perawatan kesehatan.
D.
Perkembangan
Sosioemosional
Sejauh ini kita telah mendiskusikan
konteks penting yang mempengaruhi perkembangan sosioemosional pada murid pada
keluarga, teman seusia, dan sekolah. Pada bagian ini kita akan memfokuskan pada
murid itu sendiri yang berkaitan dengan perkembangan diri dan moralitas anak. Diri,
para psikolog sering menyebut “aku” ini sebagai “diri” (self). Ada dua aspek
penting dalam diri ini, yakni harga diri (self-esteem) dan identitas diri.
Harga diri
Penghargaan diri (self-esteem)
adalah pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri. Penghargaan
ini juga dinamakan martabat diri (self-worth) atau gambaran diri (self-image).
Misalnya anak yang punya penghargaan diri yang tinggi mungkin tidak hanya
memandang dirinya sebagai seseorang tetapi juga sebagai seseorang yang baik.
Rogers (1961) mengatakan bahwa sebab utama seseorang mempunyai penghargaan diri
yang rendah (atau rendah diri) adalah karena mereka tidak diberikan
dukungan emosional dan penerimaan social yang memadai. Mungkin dahulu saat
masih berkembang sering ditegur. Misalnya “jangan ini, jangan itu”, “kamu kok
bodoh banget”, dan lain-lain.
Para peneliti telah menemukan bahwa
harga diri murid berubah pada saat mereka berkembang. Dalam suatu studi baik
itu laki-laki atau perempuan mempunyai hatga diri yang tinggi pada saat
anak-anak dan menurun pada masa remaja awal (Robins, dkk). Penghargaan diri
anak gadis turun dua kali lebih besar dari anak laki-laki selama masa
remaja. Diantara beberapa alasan yang menjadi penyebab menurunnya harga
diri ini adalah akibat gejolak selama perubahan fisik (pubertas), meningkatnya
tuntutan untuk berprestasi, dan kurangnya dukungan dari sekolah dan orang tua.
Riset menyarankan empat kunci untuk
meningkatkan rasa harga diri anak (Bednar, Well & Peterson, 1995, Harter,
1999):
1) Identifikasi penyebab rendah diri dan area
kompetensi yang penting bagi diri. Apakah rendah diri karena prestasi sekolah?
Karena konflik? Kemampuan social rendah? Murid mempunyai harga diri tinggi
ketika mereka bisa kompeten dan sukses dalam melakukan sesuatu di area yang
mereka anggap penting.
2) Berikan dukungan
emosional dan penerimaan social. Disetiap kelas punya anak yang banyak nilai
buruknya. Mungkin anak ini berasal dari keluarga yang suka menghina dan
merendahkan si anak atau mungkin murid ini di kelas yang terlalu banyak
memberikan penilaian negative. Dukungan emosional dan penerimaan social
anda dapat amat membantu mereka menghargai diri mereka sendiri.
3) Bantu anak untuk
mencapai tujuan atau prestasi. Prestasi bida menaikkan harga diri. Pengajaran
atau kursus ketrampilan akademik secara langsung dapat menaikan prestasi anak,
dan akibatnya dapat menaikkan harga diri anak.
4) Kembangkan ketrampilan
mengatasi masalah. Ketika anak mempunyai problem dan bisa mengatasinya, bukan
menghindarinya, maka rasa harga dirinya akan naik. Murid yang mau mengatasi
masalah kemungkinan akan menghadai problem secara jujur dan realistis, ini
menghasilkan pemikiran yang positif tentang diri mereka sendiri yang akibatnya
bisa meningkatkan harga diri mereka.
Perkembangan identitas
Aspek penting lain selain diri
adalah identitas. Menurut Erikson (1968) persoalan paling penting dalam diri remaja
adalah perkembangan identitas yang berupa pencarian jawaban atas pertanyaan
seperti: Siapa saya? Seperti apakan saya ini? Apa yang akan saya lakukan dalam
hidup ini? Pertanyaan-pertanyaan ini jarang muncul pada masa kanak-kanak tetapi
sering muncul dimasa remaja dan perguruan tinggi.
Erikson menyimpulkan bahwa adalah
penting untuk membedakan antara eksplorasi dan komitmen. Eksplorasi adalah
pencarian identitas alternative yang bermakna. Komitmen adalah menunjukkan
penerimaan personal pada satu identitas dan menerima apapun implikasi dari
identitas itu. Berdasarkan klasifikasinya menurut komitmen dan eksplorasi
terdapat empat tipe identitas.
Empat Status IdentitasMarcia
Apakah orang itu membuat komitmen
|
|||
Ya
|
Tidak
|
||
Apakah orang itu mengeksplorasi alternative yang bermakna
yang berhubungan dengan persoalan identitas
|
Ya
|
Identity achievement
|
Identity moratorium
|
Tidak
|
Identity foreclosure
|
Identity diffusion
|
Identity
diffusion, terjadi
ketika individu belum mengalami krisis (yakni belum mengeksplorasi altrenatif
yang bermakna) atau membuat komitmen. Mereka belum memutuskan pilihan pekerjaan
dan ideology.
Identity
Foreclosure,
terjadi saat individu membuat komitmen tetapi belum mengalami krisis.
Identity
Moratorium,
terjadi ketika individu berada ditengah-tengah krisis tetapi komitmen mereka
tidak ada atau baru didefinisikan secara samar-samar.
Identity
Achievement,
terjadi ketika individu telah mengalami krisis dan telah membuat komitmen.
Perkembangan
Moral
Hanya sedikit orang yang netral terhadap perkembangan moral.
Banyak orang tua menghawatirkan kelau anak mereka tumbuh tanpa membawa nilai
tradisional mereka. Perkembangan moral berkaitan dengan aturan dan konvensi
tentang interaksi yang adil antar orang. Atura ini dikaji dalam tiga domain,
yaitu kognitif, behavioral, dan emosional.
Dalam domain kognitif isu kuncinya adalah bagaimana murid
menalar atau memikirkan aturan untuk perilaku etis. Dalam domain
behavioral fokusnya adalah pada bagaimana murid berperilaku secara
actual. Dalam domain emosional penekanannya adalah pada bagaimana murid
merasakan secara moral. Misalnya apakah perasaan bersalah yang kuat dipakai
untuk menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang tiak bermoral?
Apakah mereka menunjukkan empati kepada orang lain?
1. Teori
Piaget.
Piaget
menyusun teori tentang tahap perkembangan moral dengan tahap perkembangan.
1) Heteronomous morality adalah tahap perkembangan moral
pertama menurut Piaget. Tahap ini berlangsung kira-kira usia empat sampat tujuh
tahun. Pada tahap ini keadilan dan aturan dianggap sebagai bagian dari dunia
yang tak bisa diubah, dikontrol oleh orang.
2) Autonomous morality adalah tahap perkembangan moral kedua, yang tercapai pada
usia 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini anak mulai mengetahui bahwa aturan dan
hukum adalah perbuatan manusia dan bahwa dalam menilai suatu perbuatan, niat
pelaku dan konsekwensinya harus dipikir. Anak dalam usia tujuh sampai sepuluh
tahun adalah masa transisi, dan karenanya mereka menunjukkan ciri-ciri dari
kedua tahap ini.
2. Teori
Kohlberg
Seperti
Piaget Kohlberg menandaskan bahwa perkembangan moral terutama melibatkan
penalaran (reasoning) moral berlangsung pada tahapan-tahapan.
Konsep
penting untuk memahami teri Kohlberg adalah internalisasi, yang berarti
perubahan perkembangan dari perilaku yang dikontrol secara eksternal ke
perilaku yang dikontrol secara internal.
1) Preconventional reasoning (penalaran
prakonvensional) adalah level terbawah dari perkembangan moral dalam teori
Kohlberg. Pada level ini anak tidak menunjukkan internalisasi nilai-nilai
moral. Penalaran moral dikontrol oleh hukuman dan ganjaran eksternal.
2) Conventional reasoning (penalaran
konvensional) adalah tahap kedua atau tahap menengah. Pada level ini
internalisasi masih setengah-setengah (intermediate). Anak patuh secara
internal pada standar tertentu, tetapi standar itu pada dasarnya ditetapkan
oleh orang lain, seperti orang tua atau aturan social.
3) Postconventional reasoning
(penalaran post konvensional) adalah level tertinggi dalam teori Kohlberg. Pada
level ini moralitas telah sepenuhnya diinternalisasikan dan tidak didasarkan
pada standar eksternal. Ringkasan tiga level dan enam tahap perkembangan
Kohlberg dapat disajikan dalam gambar berikut.
Level
dan Tahap Perkembangan Moral Kohlberg
Level 1
Level Prakonvensional
Tidak ada internalisasi
|
Level 2
Level Konvensional
Internalisasi Pertengahan
|
Level 3
Level Postkonvensional
Internalisasi penuh
|
|||
Tahap 1
Heteronomous Morality
|
Tahao 2
Individualisme, Tujuan, dan
Pertukaran
|
Level 3
Ekspektasi Interpersonal Mutual,
Hubungan, dan Konformitas Interpersonal
|
Level 4
Morality Sistem Sosial
|
Level 5 Kontrak social dan Utilitas
dan hak individual
|
Tahap 6 Prinsip Etika Universal
|
Anak patuh karena orang dewasa
menyuruh mereka untuk patuh. Orang mendasarkan keputusan moralnya karena
takut pada hukuman
|
Individu mengejar kepentingannya
sendiri, tetapi membiarkan orang lain melakukan hal yang sama. Apa-apa yang
benar myang seimbangelibatkan pertukaran
|
Individu menggunakan rasa percaya,
perhatian, dan loyalitas kepada orang lain sebagai basis untuk penilaian
moral.
|
Penilaian moral didasarkan pada
pemahaman dan aturan social. Hukum. Keadilan dan kewajiban
|
Individu memahami bahwa nilai,
hak, dan prinsip mendasari atau mengatasi hukum.
|
Orang telah mengembangkan
penilaian moral bersadarkan hak azasi manusia yang universal. Ketika
berhadapan dengan dilemma antara hukum dan dan kesadaran, yang akan diikuti
adalah kesadaran individu seseorang.
|
Kritik terhadap teori Kohlberg. Teori Kohlberg ini
mendapatkan penentangan (Turiel, 1998), salah satu kritik yang kuat diarahkan
pad aide bahwa pemikiran moral tidak selalu memprediksi perilaku moral. Kritik
ini menyatakan bahwa teori Kohlberg terlalu banyak menekankan pada pemikiran
moral dan tidak memberikan perhatian yang cukup pada perilaku moral. Alasan
moral terkadang dapat menjadi dalih untuk perilaku yang tak bermoral. Penjahat
perbankan dan Presiden AS bisa saja mendukung nilai moral yang luhur, tetapi
perilakunya terbukti tidak bermoral.
Kritik lain menyatakan Kohlberg terlalu individualistis.
Carol Gilligan (1982, 1998) membedakan antara perspektif keadilan (justice) dan
perspektif perhatian (care). Perspektif keadilan yang berfokus pada
hak-hak individual, yang berdiri sendiri dan menentukan moral sendiri.
Perspektif perhatian memandang orang-orang sebagai individu yang saling
berhubungan (connectedness). Penekanannya adalah pada hubungan dan perhatian
pada orang lain.
Pendidikan
Moral
Topik ini menjadi topic yang menarik dalam lingkungan
pendidikan. Dewey (1933) mengakui bahwa ketika sekolah tidak memberikan
pelajaran khusus untuk pendidikan moral, sekolah memberikan pendidikan moral
melalui “kurikulum tersembunyi”. Kurikulum tersembunyi diberikan melalui
atmosfir moral yang menjadi Pendidikan karakter adalah pendekatan langsung pada
pendidikan moral, yakni mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk
mencegah mereka melakukan tindakan tak bermoral yang membahayan orang lain, dan
dirinya sendiri. bagian dari setiap sekolah. Suasana moral ini diciptakan oleh
aturan sekolah dan aturan kelas, orientasi moral dari guru dan
administrator, dan teks materi pelajaran. Guru bertindak sebagai model
perilaku etis dan tidak etis. Melalui aturan sekolah memasukkan system nilai ke
sekolah.
Pendidikan karakter. Argumennya adalah bahwa perilaku seperti berbohong, mencuri
adalah keliru dan murid harus diajari hal ini melalui pendidikan mereka.
(Nucci, 2001).
Klarifikasi nilai-nilai. Pendekatan untuk pendidikan moral yang menekankan pada
upaya membantu orang untuk mengklarifikasi untuk apa hidup mereka dan apa yang
layak untuk dikerjakan dalam hidup ini. Murid didorong untuk mendefinisikan
sendiri nilai-nilai mereka dan memahami nilai diri orang lain.
Pendidikan moral kognitif. Pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa murid harus
mempelajari hal-hal seperti demokrasi dan keadilan saat moral mereka
sedang berkembang. Teori Kohlberg telah dijadikan sebagai landasan untuk banyak
upaya pendidikan moral kognitif.
Pembelajaran Pelayanan. Pembelajaran layanan (service learning) adalah sebentuk
pendidikan yang mempromosikan tanggungjawab social dan pelayanan kepada
komunitas. Dalam pembelajaran layanan ini murid mungkin dilibatkan dalam
tutoring, membantu orang jompo, magang dirumah sakit, membantu pusat perawatan.
Tujuan penting dari pembelajaran layanan ini adal;ah agar siswa tidak egois dan
lebih termotivasi untuk membantu orang lain. (Furco & Billing, 2001;
Waterman, 1977).
Perilaku Prososial. Perilaku prososial adalah sisi positif dari perkembangan
moral (yang jauh berbeda dengan perilaku antisocial seperti menipu, bohong, dan
mencuri). Perilaku prososial adalah perilaku yang dianggap bersifat adil,
berbagi perhatian, atau empatik (Eisenberg & Fabes, 1988). Beberapa
strategi yang bisa dipakai untuk meningkatkan perilaku prososial murid, adalah
sebagai berikut:
1) Hargai dan tekankan konsiderasi
kebutuhan orang lain.
2) Jadilah contoh perilaku prososial.
3) Beri label dan identifikasi perilaku
prososial dan antisocial.
4) Nisbahkan perilaku positif kepada setiap
siswa.
5) Perhatikan dan dorong perilaku secara
social secara positif tetapi jangan terlalu banyak menggunakan ganjaran eksternal.
6) Bantu anak untuk mengambil sikap dan
memahami perasaan orang lain.
7) Gunakan strategi disiplin yang positif.
8) Pimpin diskusi tentang interaksi
prososial.
Kesimpulan
Perkembangan sosioemosional anak merupakan perkembangan yang
sangat penting untuk diperhatikan mengingat perkembangan ini sangat
mempengaruhi perkembangan mental anak secara lebih luas. Kemampuan
sosioemosional merupakan fundasi bagi perkembangan kemampuan anak berinteraksi
dengan lingkungannya secara lebih luas. Dalam berinteraksi dengan orang lain,
individu tidak hanya dituntut untuk mampu berinteraksi secara baik dengan orang
lain, tetapi terkait juga didalamnya bagaimana ia mampu mengendalikan dirinya secara
baik. Ketidakmampuan individu mengendalikan dirinya dapat menimbulkan berbagai
masalah sdengan orang lain.
Mengingat pentingnya perkembangan sosioemosional ini maka
peran lingkungan sangat berpengaruh terutama dalam memberikan nilai-nilai
positif kepada perkembangan anak. Peran lingkungan ini mulai dari keluarga,
teman sebaya, sekolah, dan lingkungan yang lebih luas. Salah satu komponen
lingkungan ini tidak berfungsi maka akan berakibat pada kurang efektifnya
perkembangan social emosional anak sehingga anak akan cenderung berperilaku
negative.
Selaian peran lingkungan peran diri sendiri dan juga sangat
diperhatikan, karena masing-masing saling mempengaruhi. Kalau lingkungannya
baik maka akan membawa dampak yang baik kepada diri sendiri sebaliknya kalau
lingkungannya kurang baik maka akan membawa dampak negatif pada diri sendiri
juga.
terimakasih.
BalasHapussalam,
bimbel ujian nasional
tks GBU
BalasHapusby jiwa
kontennya bagus
BalasHapushttps://www.querana.com/2019/03/beberapa-tips-pengajuan-pinjaman-online.html
Slot Machines Online - JamBase
BalasHapusFind the latest slot machines online at JamBase! Our online slot machine games 서귀포 출장샵 include slots from the best 경기도 출장안마 game providers, software providers & bonuses. 거제 출장안마 Rating: 5 · 1 하남 출장안마 vote 서산 출장안마