MENDONGENG CERITA RAKYAT
Dosen Pengampu :
Dra.
Resnani, M.Si
Disusun Oleh
SADELA NURHAYANI (A1G016071)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS BENGKULU
2017
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan resume Mendongeng Cerita Rakyat ini dengan baik. Resume
ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Mendongeng Cerita Rakyat oleh Dosen
Pengampu Mata Kuliah Dra. Resnani, M.Si.
Resume ini di harapkan mampu
membantu dan memperdalam pengetahuan kita mengenai mendongeng terutama dalam
kegiatan belajar mengajar. Selain itu, resume ini diharapkan agar menjadi
bacaan para pembaca agar menjadi warga Negara yang bermoral dan bertanggung
jawab khususnya dalam dunia pendidikan.
Oleh karena itu, dengan resume ini diharapkan
agar kita memiliki sikap yang kritis terhadap situasi kondisi dan juga dapat
menerima perubahan yang terjadi di masyarakat terutama dalam dunia pendidikan.
Kami juga memerlukan kritik dan saran dari
para pembaca demi sempurnanya resume ini. Akhir kata kami ucapkan terima
kasih kepada para pembaca yang sudah berkenaan membaca resume ini dengan tulus
ikhlas. Semoga resume ini bermanfaat khususnya bagi kami dan pembaca. Aamiin
Bengkulu,
28 Agustus 2017
Penulis
Penulis
Daftar Isi
Halaman Judul …………………………………………………….… i
Kata Pengantar ……………………………………………...………. ii
Daftar Isi ……………………………………………………..……… iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
………………………………………………...…….… 1
B.
Rumusan Masalah
……………………………………………….…….. 2
C.
Tujuan
…………………………………………………………….…..... 2
BAB II PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Mendongeng …………………………..……...... 3
2.
Jenis-jenis Mendongeng
……………….....……………...… 4
3.
Metode
Mendongeng ……….……………………...…….… 5
4.
Manfaat Mendongeng
…….....…………………….……..… 5
5.
Persiapan
Mendogeng yang Benar ……………………..….. 7
6.
Intonasi dan
Gerak Mata Ketika Mendongeng ……….….… 8
7.
Struktur
Mendongeng ………………………………...……. 8
8.
Ciri-ciri
Dongeng yang Baik dan Benar …………….……... 9
9.
Unsur-unsur Mendongeng
……………………….………… 9
10. Cara Menjadi Pendongeng yang Baik ……………..………
12
11. Komponen-komponen Dalam Mendongeng ………..……..
14
12. Praktik Mendongeng ………………………………..…….. 15
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
…………………………………………………………..... 19
Daftar Pustaka
…………………………………………………...….…. 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dongeng merupakan kisah yang disampaikan
dengan cara bercerita.
Dongeng biasanya disampaikan
dan dibacakan oleh guru TK, SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga diceritakan
para orang tua disaat menemani anak-anaknya menjelang tidur. Anak-anak sangat suka ketika guru dan orang tua mereka
mendongeng,
apalagi dongeng pengantar
tidur. Imajinasi seorang anak akan berkembang ketika
mendengarkan sebuah dongeng.
Anak-anak akan membayangkan tokoh, tempat,
dan peristiwa
yang
dikisahkan. Hal ini cukup efektif, karena anak akan mampu menyerap dengan mudah gambaran
tentang baik dan buruknya sesuatu hal melalui isi sebuah dongeng.
Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari "cerita tidak nyata atau pemikiran
fiktif' menjadi suatu alur perjalanan
hidup. Di dalam
dongeng terkandung pesan moral yang mengajarkan makna hidup dan cara berinteraksi dengan
makhluk lainnya.
Dongeng juga
merupakan dunia
hayalan dan
imajinasi dari pemikiran seseorang yang kemudian diceritakan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Dongeng
memiliki beragam jenis, antara lain mitos, legenda, sage dan fable.
Namun sekarang
ini, dongeng mulai
dilupakan, karena banyak anak-anak tidak tahu dan tidak
mengenal apa
itu dongeng. Padahal
di dalam dongeng
terkandung pesan moral yang mengajarkan makna hidup dan penuh suri
tauladan.
Dongeng hampir pasti
digantikan
oleh televisi.
Televisi bukan hanya merupakan hiburan, bahkan sebagai gaya hidup, pendamping hidup, pengasuh
atau
pengganti orang tua untuk menemani sang anak. Anak-anak cenderung lebih suka dengan film kartun
seperti Sponge Bob, Avatar,
Shaun
the Sheep, Sinchan, Doraemon dan film sinetron
serial anak seperti Garuda
Impian dan Anak Kaki Gunung.
Selain itu pada saat ini anak-anak
ini juga
lebih
suka
dengan
games yang ada di computer dibandingkan membaca buku kisah-kisah dongeng.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu mendongeng?
2. Apa saja jenis-jenis mendongeng?
3. Apa saja metode dalam mendongeng?
4. Apa manfaat mendongeng?
5. Bagaimana persiapan mendogeng yang benar?
6. Bagaimana intonasi dan gerak mata ketika mendongeng?
7. Apa saja struktur mendongeng?
8. Bagaimana ciri-ciri dongeng yang baik dan benar?
9. Apa saja unsur-unsur mendongeng?
10. Bagaimana cara menjadi pendongeng yang baik?
11. Komponen-komponen apa saja yang ada dalam
mendongeng?
12. Bagaimana praktik mendongeng?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian mendongeng dan pengertian mendongeng menurut para ahli.
2.
Untuk mengetahui
jenis-jenis mendongeng.
3.
Untuk mengetahui
metode dalam mendongeng.
4.
Untuk mengetahui
manfaat mendongeng.
5.
Untuk mengetahui
persiapan mendogeng yang benar.
6.
Untuk memahami intonasi
dan gerak mata ketika mendongeng.
7.
Untuk mengetahui struktur mendongeng.
8.
Untuk mengetahui
ciri-ciri dongeng yang baik dan benar.
9.
Untuk mengetahui
unsur-unsur mendongeng.
10. Untuk mengetahui dan mempelajari cara menjadi
pendongeng yang baik.
11. Untuk mengetahui komponen-komponen apa saja yang ada
dalam mendongeng.
12. Praktik
mendongeng.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mendongeng
Dongeng adalah bentuk sastra lama yang
bercerita tentang suatu kejadian yang luar biasa, terjadi diluar nalar manusia
yang penuh fantasi dan khayalan (fiksi). Dongeng dianggap oleh masyarakat suatu
hal yang tidak benar-benar terjadi di dunia nyata. Dongeng memang sudah menjadi
pelajaran lama dalam bidang studi Bahasa Indonesia.
Beberapa pengertian dongeng menurut para ahli yaitu :
- Woolfson ( dalam Puspita : 2009) menyatakan hasil riset menunjukkan bahwa dongeng merupakan aktivitas tradisional yang jitu bagi proses belajar dan melatih aspek emosional dalam kehidupan anak-anak. Sebab ketika seseorang masih kanak-kanak, keadaan psikologisnya masih mudah dibentuk dan dipengaruhi. Oleh sebab itu ketika faktor yang memengaruhi adalah hal yang positif maka emosi anak akan positif juga.
- Poerwadarminto (dalam Handajani, 2008: 13) menyatakan bahwa dongeng merupakan cerita tentang kejadian zaman dahulu yang aneh-aneh atau cerita yang tak terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga melukiskan tentang kebenaran, berisikan pelajaran (moral), bahkan sindiran. Pengisahan dongeng mengandung harapan-harapan, keinginan-keinginan, dan nasihat baik yang tersirat maupun tersurat.
- Handajani (2008: 14) mengemukakan bahwa dongeng dikemas dengan perpaduan antara unsur hiburan dengan unsur pendidikan. Unsur hiburan dalam dongeng dapat ditemukan pada penggunaan kosa kata yang bersifat lucu, sifat tokoh yang jenaka, dan penggambaran pengalaman tokoh yang jenaka, sedangkan dongeng memiliki unsur pendidikan ketika dongeng tersebut mengenalkan dan mengajarkan kepada anak mengenai berbagai nilai luhur, pengalaman spiritual, petualangan intelektual, dan masalah-masalah sosial di masyarakat.
Dongeng merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan
berbagai nilai dan etika terhadap anak. Termasuk menimbulkan rasa empati dan
simpati anak. Nilai-nilai yang bisa dipetik dari dongeng adalah nilai
kejujuran, kerendahhatian, kesetiakawanan, kerja keras, dan lain sebagainya.
Bagi murid usia sekolah dasar (SD), ternyata mendongeng masih tetap selalu
dinantikan. Cerita atau dongeng adalah salah satu media komunikasi guna
menyampaikan beberapa pelajaran atau pesan moral kepada anak. Selain itu, tentu
saja, metode-metode pembelajaran lainnya yang pada saat ini telah menggunakan
teknologi canggih yang menarik untuk para peserta didik.
Telah terbukti bahwa menyampaikan pembelajaran dengan cara
mendongeng pun tak kalah menariknya bila dibandingkan dengan pembelajaran
melalui alat peraga atau alat bantu teknologi canggih. pesan moral dapat dengan
mudah disampaikan kepada anak melalui sebuah cerita atau dongeng. Tidak ada
batasan usia kapan anak mulai boleh mendengarkan dongeng. Anak-anak usia prasekolah
dapat mendengarkan cerita sederhana tentang hewan.
Mendongeng bisa menjadi aktivitas berkomunikasi dengan anak
yang mudah dan murah. Di samping itu, mendongeng juga bisa menjadi sarana
efektif dalam menyampaikan pesan pada anak. Anak tidak merasa dinasehati atau
digurui oleh orang tua/pendidik karena tercipta suasana menyenangkan. Anak pun
diposisikan sebagai subyek aktif yang ikut bermain peran dan/atau melibatkan
seluruh inderanya untuk larut dalam cerita. Materi dongeng dapat diambil dari
buku cerita anak-anak yang memuat pesan moral atau dari kejadian sehari-hari
yang berlangsung di sekitar lingkungan tinggal anak. Kegiatan mendongeng juga
akan menumbuhkan kecintaan anak pada buku karena anak menemukan banyak hal
positif yang bisa diperoleh dengan membaca buku. Dongeng bisa berpengaruh pada
perkembangan fisik, intelektual, dan mental anak. Ini dikarenakan keterlibatan
seluruh indera anak ketika mendengarkan dongeng. Kecerdasan kognitif anak
terasah lewat keterampilan berimajinasi dan menyimpulkan makna yang terkandung
dalam cerita. Keterlibatan secara aktif dalam aktivitas dongeng akan memberikan
pengalaman konkret pada anak sehingga akan tertanam kuat dalam struktur
kognitif anak.
Dongeng berpotensi memberikan sumbangsih besar bagi anak
sebagai manusia yang memiliki jati diri yang jelas, jati diri anak ditempa
melalui lingkungan yang diusahakan secara sadar dan tidak sadar. Dongeng dapat
digunakan sebagai sarana mewariskan nilai-nilai luhur kepribadian, secara umum
dongeng dapat membantu anak menjalani masa tumbuh kembangnya. Anak-anak dapat
memahami pola drama kehidupan melalui tokoh dongeng. Melalui dongeng, anak-anak
akan terlibat dalam alur cerita dongeng dalam hal ini anak-anak
menumbuhkembangkan intelektualitasnya. Dongeng mampu membawa anak melanglangbuana,
memasuki dunia fantasi, menyeret mereka ke dunia antah-berantah dan
membayangkan berbagai “kehidupan lain” yang tidak ada di dekat mereka, dalam
hal ini dapat menumbuhkan dan menggerakkan daya ciptanya (Thobroni, 2008: 6-8).
B.
Jenis-Jenis Dongeng
Ada beberapa macam dongeng yang
perlu kamu ketahui, berikut pembagian jenis-jenis dongeng.
- Mite adalah salah satu bentuk dongeng yang menceritakan mengenai hal-hal gaib seperti cerita dewa, hantu, peri, dan hal-hal gaib lainnya.
- Sage adalah cerita dongeng yang menceritakan tentang kepahlawanan, keperkasaan, dan kesaktian dari seseorang tokoh.
- Fabel adalah bentuk dongeng yang tokoh utamanya adalah hewan yang memiliki perilaku seperti manusia.
- Legenda adalah dongeng yang menceritakan tentang peristiwa atau kejadian atau asal-usul dari suatu tempat atau benda.
- Cerita jenaka adalah cerita yang berisi tentang kejadian-kejadian lucu yang menghibur siapa saja yang menontonnya.
- Cerita pelipur lara adalah cerita yang biasanya digunakan untuk menjamu tamu dan menggunakan media seperti wayang dan alat lainnya.
- Cerita perumpamaan adalah bentuk dongeng yang mengandung kiasan/ibarat nasihat-nasihat.
C.
Metode Mendongeng
Ada suatu ungkapan ”Seorang Guru yang tidak bisa bercerita, ibarat orang
yang hidup tanpa kepala”. Betapa tidak, bagi para pengasuh anak-anak (guru,
tutor) keahian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang wajib dikuasai.
Melalui metode bercerita inilah para pengasuh mampu menularkan pengetahuan dan
menanamkan nilai budi pekerti luhur secara efektif, dan anak-anak menerimanya
dengan senang hati. Pada saat ini begitu banyak cerita yang tersebar, namun
masih jarang tulisan dari para praktisi ahli cerita , yang mampu mengarahkan
secara khusus untuk ditujukan kepada anak-anak usia dini, sehingga penceritaan
yang disampaikan kurang mengena. Apalagi model cerita yang secara khusus
didasarkan pada material kurikulum pengajaran di TPA/KB/RA/BA/TK yang berlaku.
Padahal panduan praktis semacam ini sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik di
seluruh Nusantara. Pada umumnya mereka masih terbatas pengetahuannya tentang
metode bercerita. Tulisan ini kami susun dengan maksud agar menjadi salah satu
bahan pengayaan ketrampilan mendidik anak, bagi para pendidik anak usia dini
dalam kegiatan kepengasuhan yang mereka lakukan.
D.
Manfaat Mendongeng
Ø Menurut para ahli pendidikan
bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa fungsi yang amat penting, yaitu :
1.
Membangun kedekatan emosional antara pendidik dengan anak
2. Media
penyampai pesan/nilai mora dan agama yang efektif
3.
Pendidikan imajinasi/fantasi
4.
Menyalurkan dan mengembangkan emosi
5.
Membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita
6.
Memberikan dan memperkaya pengalaman batin
7. Sarana
hiburan dan penarik perhatian
8.
Menggugah minat baca
9. Sarana
membangun watak mulia
Ø Berikut adalah beberapa manfaat lain
dari dongeng bagi anak :
1.
Media
Menanamkan Nilai dan Etika
Dongeng merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan
berbagai nilai dan etika kepada anak, termasuk menimbulkan rasa empati dan
simpati anak. Nilai-nilai yang bisa dipetik dari dongeng adalah nilai
kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, dan lain sebagainya.
2.
Memperkenalkan
Bentuk Emosi
Dari dongeng yang diberika, pastinya memiliki karakter dan
tokoh yang berbeda-beda. Sebagai orang tua, Anda harus memahami makna daro
dingeng tersebut, sehingga Anda bisa memberikan penekanan tertentu pada
dialog dan ekspresi. Selain itu, Anda juga bisa menceritakan emosi para tokoh
seperti emosi negatif dan positif. Hal ini akan membantu anak dengan masalah
agresifitas dan mengajarkan untuk berempati pada sesama temannya.
3.
Mempererat
Ikatan Batin
Bagi orang tua yang memiliki kesibukan yang padat,
mendongeng adalah salah satu trik untuk mendekatkan diri pada anak Anda.
Kesibukan Anda membuat Anda tidak dapat bermain dengan si kecil setiap saat.
Oleh karena itu, pergunakan waktu senggang Anda dirumah untuk memberikan cerita
atau dongeng pada anak Anda.
4.
Memperluas
Kosa Kata
Semakin banyak membaca, semakin banyak tahu. Orang tua bisa
menggunakan dongeng sebagai media untuk memperkenalkan kosa kata asing pada
anak yang pastinya akan berguna disekolahan nantinya.
5.
Merangsang
Daya Imaginasi
Selain membacakan cerita atau dongeng dari buku, Anda bisa
membuat cerita singkat tanpa panduan buku. Kemudian, pandulah anak Anda untuk
melanjutkan cerita tersebut berdasarkan imaginasi mereka sendiri. Ajukan
juga beberapa pertanyaan untuk memancing daya imaginasinya.
Ø Puspita (2009) menyatakan terdapat
empat manfaat dari dongeng, yaitu:
1.
Dongeng
dapat mengasah imajinasi dan daya pikir anak. Ketika berhadapan dengan dongeng,
anak akan memvisualisasikan cerita tersebut sesuai dengan imajinasinya.
2.
Dongeng
dapat mempererat ikatan komunikasi antara pendongeng dan audiens.
3.
Dongeng
merupakan media efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan etika.
4.
Dongeng
dapat membantu menambah perbendaharaan kata pada anak.
E.
Bagaimana Persiapan Mendongeng?
Sebelum bercerita, pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang cerita apa yang hendak disampaikannya, tentu saja disesuaikan dengan karakteristik anak-anak. Agar dapat bercerita dengan tepat, pendidik harus mempertimbangkan materi ceritanya. Pemilihan cerita antara lain ditentukan oleh :
1. Pemilihan Tema dan judul yang tepat.
Bagaimana
cara memilih tema cerita yang tepat berdasarkan usia anak? Seorang pakar
psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan bahwa anak hidup dalam
alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang fantastis, aneh, yang membuat
imajinasinya “menari-nari”. Bagi anak-anak, hal-hal yang menarik, berbeda pada
setiap tingkat usia misalnya;
a. Sampai ada usia 4 tahun, anak
menyukai dongeng fabel dan horor, seperti Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak
ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gi as, anak nakal tersesat di hutan
rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan
sebagainya.
b. Pada usia 4-8 tahun, anak-anak
menyukai dongeng jenaka, tokoh pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan,
seperti; Perjalanan ke planet Biru, Robot pintar, Anak yang rakus dan
sebagainya
c. Pada usia 8-12 tahun, anak-anak
menyukai dongeng petualangan fantastis rasional (sage), seperti: Persahabatan
si Pintar dan si Pikun, Karni Juara menyanyi dan sebagainya.
2. Waktu Penyajian
Dengan
mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan daya
tangkap anak, maka para ahli dongeng menyimpulkan sebagai berikut:
a. Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit
b. Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit
c. Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit
Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi
lebih panjang, apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang
oleh penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris.
3.
Suasana
(situasi dan kondisi)
Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau
akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang
tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi, program
sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik
dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan
suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan
satu atau beberapa cerita untuk segala suasana.
F.
INTONASI SUARA DAN GERAKAN MATA
SANGAT MENENTUKAN CERITA
Bagaimana
cara mengatur intonasi suara dan gerakan mata:
1. Anda harus mengeluarkan suara yang
cukup keras (tidak perlu berteriak) untuk dapat didengar oleh semua anak di
kelas.
2. Untuk menyajikan cerita secara dramatis
maka anda harus betul-betul menguasai ceritanya sehingga tahu kapan anda harus
menekankan kata-kata tertentu atau memperlihatkan mimik muka tertentu. Misalnya,
jika anda sedang bercerita tentang seorang yang sedang berlari ketakutan, anda
perlu ikut mempercepat suara anda dengan mimik muka yang tepat untuk
menggambarkan kejadian tersebut.
3. Cara anda memperbesar atau
memperkecil suara adalah sesuai dengan penjiwaan anda terhadap cerita tersebut.
Jika itu tercapai maka mudah sekali anda menirukan suara-suara tertentu, mis.
suara anak kecil atau orang tua, suara orang memerintah atau suara lembut
seorang ibu, suara orang ketakutan atau suara orang marah dan lain-lain.
4. Tujukan gerakan yang sesuai dengan
cerita anda. Misalnya, jika anda bercerita tentang seorang yang sedang
berbisik, anda perlu menirukan gaya orang yang sedang berbisik dan sebagainya.
5. Hal yang paling penting dalam
bercerita adalah gerakan mata anda. Jangan sekali-sekali membiarkan mata anda
menerawang ke angkasa. Tataplah mata anak-anak secara bergantian. Dengan
tatapan mata anda ini anda dapat menguasai seluruh kelas.
Untuk dapat menguasai aspek-aspek keterampilan teknis dari
penyajian cerita diatas, tentu membutuhkan persiapan yang matang. Selain itu,
kemampuan dalam bercerita agar dapat memunculkan berbagai unsur diatas, dan
tersaji secara padu, hanya dapat dikuasai dengan pengalaman dan latihan-latihan
yang tekun. Bercerita memang salah satu bagian dari keterampilan mengajar.
Sebagai sebuah keterampilan, penguasaannya tidak cukup hanya dengan memahami
ilmunya secara teoritik saja. Yang lebih penting dari itu adalah keberanian dan
ketekunan dalam mencobanya secara langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan
tertentu yang rutin sangat dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis bercerita
hanya dapat dikembangkan melalui latihan dan pengalaman praktek bercerita.
Akhirnya ketika anda berbicara atau bercerita kepada anak di depan kelas,
ingatlah bahwa suara anda dan mimik muka serta sorotan mata anda sangat
menentukan apakah anda akan berhasil menarik perhatian mereka.
G.
Struktur
Dongeng
Sebuah dongeng dibangun oleh tiga
bagian penting, yaitu pendahuluan, isi atau peristiwa, dan penutup. Berikut
penjelasan dari masing-masing bagian dari dongeng.
- Pendahuluan, berisi kalimat pengantar untuk memulai dongeng.
- Isi (Peristiwa), bagian penting dari dongeng yang isinya mengenai urutan kejadian dari suatu peristiwa.
- Penutup, bagian akhir cerita yang dibuat untuk mengakhiri cerita.
H.
Ciri-Ciri
Dongeng yang Benar
Seperti layaknya cerita-cerita yang
lain, dongeng memilki beberapa ciri yang membedakannya dengan bentuk cerita
yang lain. Berikut beberapa ciri-ciri dongeng yang benar.
- Diceritakan dengan alur yang sederhana.
- Alur cerita singkat dan cepat.
- Tokoh yang ada tidak diceritakan secara detail.
- Peristiwa yang ada didalamnya kebanyakan fiktif atau khayalan.
- Ditulis dengan gaya pencitraan secara lisan.
- Lebih menekankan pada bagian isi atau persitiwa.
I.
Unsur-Unsur Mendongeng
Ø Unsur intrinsik Dalam Dongeng
1. Tema
Tema adalah masalah inti yang merupakan dasar untuk sebuah
cerita. Oleh karena itu, dalam rangka untuk mendapatkan tema dalam cerita,
pembaca harus membaca cerita untuk menyelesaikan. Tema cerita rakyat akan
terkait dengan pengalaman hidup. Biasanya cerita rakyat tema mengandung
unsur-unsur alam, peristiwa sejarah, sihir, dewa, misteri, dan hewan.
2. Latar Belakang Atau Pengaturan
Pada Dongeng
Latar belakang informasi tentang waktu, suasana, dan juga
lokasi di mana cerita rakyat berlangsung.
- Lokasi latar belakang atau tempat
Lokasi latar belakang informasi tentang cerita yang
menjelaskan di mana cerita berlangsung. Sebagai contoh pengaturan lokasi cerita
di kerajaan, di desa, di hutan, di pantai, di surga dan lain-lain.
- Latar Waktu
Waktu latar belakang saat peristiwa dalam dongeng, sebagai
contoh pagi, di zaman kuno, pada malam hari, bertahun-tahun, saat matahari
terbenam dan lainnya.
- Latar Belakang Suasana
Informasi latar belakang bahwa Suasana adalah suasana
dalam hal tempat dongeng. Misalnya, latar belakang adalah suasana kehidupan
masyarakat hidup dalam damai dan kemakmuran, orang hidup dalam ketakutan karena
kejam, hutan raja menjadi ramai setelah Purbasari tinggal di sana, dan lainnya.
3. Tokoh
Tokoh merupakan pemeran pada sebuah cerita rakyat. Tokoh
pada cerita rakyat dapat berupa hewan, tumbuhan, manusia, para dewa dan
lainnya.
- Dengan penokohan sifatnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Karakter utama (biasanya protagonis) yang menjadi tokoh
sentral dalam cerita.
Angka-angka ini berperan dalam sebagian besar seri cerita,
dari awal hingga akhir cerita. Secara umum, tokoh utama ditampilkan sebagai
tokoh yang memiliki kualitas yang baik. Akan Tetapi tidak menutup kemungkinan
untuk menemukan karakter utama diceritakan lucu, unik atau bahkan jahat.
2. Lawan yang menonjol (biasanya antagonis).
Antagonis dalam arti karakter yang selalu berlawanan dengan
protagonis. Secara umum, antagonis ditampilkan sebagai tokoh “hitam”, angka itu
adalah kejahatan.
3. Tokoh pendamping (tritagonis). Tritagonis pemain
pembantu.
Dengan
cara menunjukkan penokohan karakter dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Yaitu sosok karakter langsung dikenali pembaca karena telah dijelaskan
oleh penulis
2.
Secara tidak langsung karakter segera dikenali bahwa pembaca karakter
untuk menarik kesimpulan sendiri dari dialog, latar belakang suasana, perilaku,
penampilan, lingkungan, dan aktor-aktor lain.
4. Alur
Sebuah urutan kejadian dalam cerita rakyat yang. Biasanya
cerita rakyat meliputi lima rangkaian acara yang selama pengenalan (Pembukaan),
sementara pengembangan, sementara perselisihan (konflik), ketika kesudahan
(rekonsiliasi), dan tahap terakhir adalah waktu penyelesaian. Secara umum,
aliran dibagi menjadi tiga jenis:
- Alur maju
- Alur mundur
- Alur campuran
5. Sudut pandang
Sudut pandang adalah bagaimana penulis menempatkan dirinya
dalam cerita, atau dengan kata lain dari titik di mana penulis melihat cerita.
Sudut pandang telah pernanan sangat penting untuk kualitas cerita. Sudut
pandang umumnya dibagi menjadi dua :
- Sudut pandang orang pertama: Penulis bertindak sebagai orang pertama yang bisa menjadi karakter utama dan karakter tambahan dalam cerita.
- Sudut pandang orang ketiga: Penulis adalah luar cerita dan tidak terlibat secara langsung dalam cerita. Penulis menjelaskan karakter dalam cerita dengan menyebutkan nama karakter atau orang ketiga mengatakan bahwa “dia, mereka”.
6. Amanat atau pesan moral
Adalah nilai-nilai yang terkandung dalam cerita dan
mengatakan bahwa pembaca mendapat pelajaran dari cerita.
7. Majas (Gaya Bahasa)
Gaya
bahasa merupakan diaolog yang di gunakan dalam dongeng tersebut.
Ø Unsur ekstrinsik Dalam Dongeng
Unsur ekstrinsik merupakan faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi penciptaan sebuah artikel atau karya sastra. Bisa dikatakan unsur
ekstrinsik adalah subjektif milik seorang penulis yang bisa menjadi agama,
budaya, kondisi sosial, motivasi, yang mendorong sebuah karya sastra
diciptakan.
Unsur ekstrinsik dalam cerita rakyat biasanya meliputi:
- Budaya dan nilai-nilai yang dianut hem.
- Tingkat pendidikan.
- Kondisi sosial di masyarakat.
- Agama dan kepercayaan.
- Politik, ekonomi, hukum.
J.
Cara
Mendongeng
Beberapa
cara menjadi pendongeng yang baik :
Baik, dapat diartikan menjadi dua hal. Yang pertama adalah
baik dari segi penampilan dan baik orangnya atau pendongengnya. Dalam kesempatan
ini akan disampaikan baik dari segi penampilannya. Bagaimanakah seorang
pendongeng dapat menampilkan sebuah dongeng dengan baik sehingga dapat
menyampaikan materi dongeng dengan menarik. Saya tidak akan menyampaikan teori
teks book, tetapi lebih pada penyampaian pengalaman selama menjadi pendongeng
dan pendidik.
- Kuasailah Materi
Materi dongeng yang akan kita sampaikan hendaklah terkuasai
sehingga kita dapat berimprovisasi dengan baik. Menguasai materi cerita berbeda
dengan menghafal. Kalau kita menghafal akan sangat sulit seandainya di tengah
jalan ternyata ada anak yang bertanya atau menyampaikan suatu kesan. Sangat
mungkin seorang yang menghafal sebuah cerita tiba-tiba lupa dan berhenti di
tengah-tengah sehingga sangat mengganggu jalannya cerita. Penguasaan di sini
lebih di titik beratkan pada penguasaan unsur-unsur pembangun dalam cerita
seperti tokoh, seting, alur, dan juga konflik.
Memahami karakter tokoh dalam cerita sangat perlu karena
dari tokohlah kita dapat membangun alur dan konflik. Tokoh harus kita bedakan
antara yang antagonis dan protagonis sehingga anak dapat membedakan perwatakan
masing-masing tokoh. Seting ini sangat berperan dalam membangun suasana cerita
sehingga anak dapat membayangkan dimana dan sedang berbuat apa para tokoh dalam
cerita.
Alur adalah sesuatu yang sangat vital dalam cerita. Kita
harus tahu benar kapan mulai terjadi konflik, hingga klimaks konfliks dan
akhirnya penyelesaian. Hal ini dapat membuat cerita kita menjadi hidup dan
menarik. Penciptaan konflik yang dramatis akan membuat sebuah cerita tetap
berkesan di alam imajinasi anak. Sehingga seorang pendongeng haruslah cermat
dalam penciptaan konflik .
2.
Hidupkan Tokoh
“Bibi….
Aku tidak boleh ikut main sama teman-teman”
“lho…..
mengapa demikian?”
“katanya
aku berbeda dengan mereka”Sepenggal percakapan tadi tidak akan menarik seandainya kita hanya membaca dengan biasa tetapi cobalah eksplorasi ekspresi emosi apa yang muncul ketika seorang anak sedang berkata kepada bibinya. Memberi ekspresi emosi inilah yang disebut menghidupkan tokoh apalagi disertai ekspresi mimik pendongeng yang pas. Secara audio pun seorang anak akan dapat mengimajinasikan keadaan tokoh-tokoh dalam cerita. Kemampuan ini sebenarnya dapat dilatihkan secara struktural, tetapi ada juga yang memang mempunyai bakat. Latihan secara struktural itu sebenarnya telah anda lakukan tiap hari yaitu mengamati kehidupan sosial yang ada di kehidupan kita atau melihat pengalaman hidup yang pernah kita rasakan. Bagaimana rasanya ketika kita sedih, bagaimana rasanya ketika kita marah, bagaimana rasanya ketika kita senang, dan lain-lain.
- Menghidupkan Kata-kata
Menghidupkan
kata dapat dilakukan dengan cara memberi sifat pada kata-kata tersebut.
“tiba-tiba
harimau itu menyambar Gurka dengan kukunya yang tajam
dan…..
bettt, dada Gurka terobek hingga mengeluarkan darah yang merah.”
“air
yang sejuk di pegunungan itu gemericik menambah sejuknya suasana”
dari
dua contoh kalimat tersebut, kita akan melihat betapa sebuah kata akan memiliki
“roh” yang berbeda dengan kata yang lain.
Mengucapkan kata merah, darah akan sangat
berbeda dengan air, sejuk. Coba fahami perbedaannya. Kata merah
dan darah bersifat mengerikan, menakutkan, dan lain sebagainya,
sedangkan kata air dan sejuk mempunyai sifat damai, tentram, dan lain
sebagainya. Itulah yang dinamakan menghidupkan kata kata.
- Ikhlaslah dalam Mendongeng
Sedapat mungkin kita harus ikhlas ketika kita mendongeng.
Suasana hati akan sangat berpengaruh ketika kita menyampaikan sebuah dongeng.
Bayangkan seandainya kita mendongeng sementara di rumah kita sedang terjadi
konflik dengan keluarga tentu dongeng kita akan semuanya berisi ekspresi marah
dan kesal, meskipun sedang mendongengkan sebuah cerita bahagia. Buatlah suasana
hati yang segar dan tenang ketika hendak mendongeng.
- Teknik Mengawali dan Mengakhiri Cerita
Awalilah sebuah cerita dengan appersepsi yang menarik.
Banyak sekali tehnik-tehnik muncul yang dapat kita gunakan. Buatlah beberapa
improvisasi lewat lagu, suara yang beranekaragam, atau menggunakan alat peraga.
Dapat juga menggunakan beberapa kali pengulangan hingga anak dapat
mennirukannya (Familia: April 2003: 20). Margaret Read Mc. Donald,
seorang pendongeng Amerika lebih memilih metode yang terakhir. Ia akan
mengulang kata-kata dan gerakan beberapa kali sampai anak memperhatikan dan
mungkin menirukannya. Wees Ibnu Say, Ketua Lembaga Rumah Dongeng Indonesia,
lebih memilih membuat improvisasi lewat suara atau lagu dalam membuat
appersepsi.
Akhirilah sebuah cerita dengan ending yang terbuka sehingga
akan memancing anak untuk ingin tahu cerita selanjutnya. Ini juga akan membuat
anak menanti cerita kita yang selanjutnya.
K.
Komponen-komponen
dalam Dongeng
Dongeng termasuk kedalam cerita narative, maka dari itu
susunan penulisanya atau penyampaianya dan bentuknya sama dengan cerita-cerita
naratif, hanya ada beberapa saja yang berbeda tapi pada dasarnya semuanya sama.
Didalam
dongeng juga ada pelaku, tema, dan ciri-cirinya seperti berikut :
Pelaku
atau Tokoh dalam Dongeng
a) Dewa
dan dewi, ibu dan saudara tiri yang jahat, raja dan ratu, pangeran dan putri.
b) Peri,
wanita penyihir, raksasa, orang kerdil, putri duyung, monster, naga.
c) Binatang,
misalnya ikan ajaib dan kancil.
d) Kastil,
hutan yang memikat, negeri ajaib.
e) Benda
ajaib, misalnya lampu ajaib, cincin, permadani, dan cermin.
Tema
Dongeng :
- Moral tentang kebaikan yang selalu menang melawan kejahatan.
- Kejadian yang terjadi di masa lampau, di suatu tempat yang jauh sekali .
- Tugas yang tak mungkin dilaksanakan.
- Mantra ajaib, misalnya mantra untuk mengubah orang menjadi binatang.
- Daya tarik yang timbul melalui kebaikan dan cinta.
- Pertolongan yang diberikan kepada orang baik oleh makhluk dengan kekuatan ajaib.
- keberhasilan anak ketiga atau anak bungsu ketika sang kakak gagal.
- Kecantikan dan keluhuran anak ketiga atau anak bungsu.
- Kecemburuan saudara kandung yang lebih tua.
- Kejahatan ibu tiri.
L.
PRAKTIK MENDONGENG
1. Teknik Bercerita: Pendidik perlu
mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak,
bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai
mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang
tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus
dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut : (1) Narasi (2)
Dialog (3) Ekspresi (terutama mimik muka) (4) Visualisasi gerak/Peragaan
(acting) (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim (6)
Media/alat peraga (bila ada) (7) Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu,
permainan, musik, dan sebagainya.
2. Mengkondisikan anak : Tertib
merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus
diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Diantaranya dengan
cara-cara sebagai berikut:
a) Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua,
tepuk tenang, anak sholeh dan lain-lain. Contoh ; Jika aku (tepuk 3x) sudah
duduk (tepuk 3x) maka aku (tepuk 3x) harus tenang (tepuk 3x) sst…sst..sst…
b) Simulasi kunci mulut: Pendidik
mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam saku, kemudian seolah-olah
mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan kunci tersebut, lalu
kunci di masukkan kembali ke dalam saku.
c) “Lomba duduk tenang”, Kalimat ini
diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama berlangsungnya cerita.
Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila cara pengucapannya
dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan melakukannya dengan
sungguh-sungguh pula.
d) Tata tertib cerita, sebelum
bercerita pendidik menyampaikan aturan selama mendengarkan cerita, misalnya;
tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh menebak/komentari cerita, tidak boleh
mengobrol dan mengganggu kawannya dengan berteriak dan memukul meja. Hal ini
dilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitas yang
mengganggu jalannya cerita
e) Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak
untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita, contoh:
Ikrar..! Selama cerita, Kami
berjanji 1. Akan duduk rapi dan tenang 2. Akan mendengarkan cerita dengan baik .
f) Siapkan hadiah!, secara umum
anak-anak menyukai hadiah. Hadiah men dorong untuk anak-anak untuk
mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain dan berbicara.
Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan, binatang
kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada anak,
tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita, seringkali
teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.
3. Teknik membuka Cerita ”Kesan pertama
begitu menggoda selanjutnya ….terserah anda”, Kalimat yang mengingatkan kita
pada salah satu produk yang diiklankan. Hal ini mengingatkan pula betapa
pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa
harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat
menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang
kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan:
a. Pernyataan kesiapan : “Anak-anak,
hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
b. Potongan cerita: “Pernahkah kalian
mendengar, kisah tentang seorang anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian
terdampar di tepi pantai…?”
c. Sinopsis (ringkasan cerita),
layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini adalah cerita tentang “seorang
anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa
ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama
!
d. Munculkan Tokoh dan Visualisasi “
dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang
anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang
kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya
tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA.
HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang
guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
e. Pijakan (setting) tempat “Di sebuah
desa yang makmur…”, “Di pinggir pantai..” “Di tengah Hutan…” “Ada sebuah
kerajaan yang bernama ..” “Di sebuah Pesantren…” dan lain-lain.
f. Pijakan (setting) waktu, “Jaman
dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja mataram …” ”Tahun 2045 terjadi sebuah
tabrakan komet…” “Pada suatu malam…” “Suatu hari…” dan lain-lain.
g. Ekspresi emosi: Adegan orang marah,
menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain.
h. Musik & Nyanyian “Di sebuah
negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah
sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka
sebuah cerita.
i. Suara
tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan memunculkan
berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang, suara bedug,
tembakan dan lain-lain.
4. Menutup Cerita dan Evaluasi
a. Tanya jawab seputar nama tokoh dan
perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun ditinggalkan.
b. Doa khusus memohon terhindar dari
memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan
untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
c. Janji untuk berubah; Menyatakan
ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan
malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”
d. Nyanyian yang selaras dengan tema,
baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional.
e. Menggambar salah satu adegan dalam
cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur
daya tangkap dan imajinasi anak.
5. Penanganan Keadaan Darurat Apabila
saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus
segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan,
dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Adapun
kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:
a. Anak menebak cerita. Penanganan:
Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita.
b. Anak mencari perhatian. penanganan:
sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan teman-temannya terganggu,
kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak mengulanginya.
c. Anak mencari kekuasaan. Penanganan:
Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata
dengan hangat.
d. Anak gelisah. Penanganan: Pendidik lebih
dekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat,
kemudian mengalihkan perhatiannya kepada aktivitas bersama seperti tepuk tangan
dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e. Anak menunjukkan ke tidak puasan.
Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak tersebut dengan hangat ”Adik
anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih tenang”
f. Anak-anak kurang kompak. Pananganan:
pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun yel-yel.
g. Kurang taat pada aturan atau tata
tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh tata tertib
kelas.
h. Anak protes minta ganti cerita.
Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah ini, cerita yang engkau
inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
i. Anak
menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j. Anak
berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk
menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita.
k. Ada tamu. Penanganan: Berikan
isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian cerita diringkas untuk
mempercepat penyelesaiannya Suasana cerita sangat ditentukan oleh ketrampilan
bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik antara pendidik dengan
anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering muncul
saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan dengan
situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.
6. Media dan Alat bercerita Berdasarkan
cara penyajiannya, bercerita dapat disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa
alat peraga (dirrect story). Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut
dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh langsung: kucing dan
sebagainya) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar, wayang). Agar
bercerita lebih menarik dan tidak membosankan, pendidik disarankan untuk lebih
variatif dalam bercerita, adakalanya mendongeng secara langsung, panggung
boneka, papan flanel, slide, gambar seri, membacakan cerita dan
sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak menjemukan.
7. Cara mendongeng (bercerita) dengan
alat peraga boneka tangan
1. Boneka yang dapat digunakan dalam
bercerita (mendongeng) misalnya boneka gagang, boneka tempel, boneka gantung
dan boneka tangan.
2. Jarak boneka jangan terlalu dekat
dengan mulut orang yang bercerita.
3. Maksimalkan latar depan dan
belakang, misalnya bagian depan diisi dengan hiasan kecil yanag menyerupai
wujud asli, seperti rumput, bunga-bungaan dan bagian belakang diisi dengan
gambar-gambar yang relatif permanen seperti gunung, rumah-rumahan, gedung, gua,
sawah, hutan dan lain-lain.
4. Tutup bagian depan dan bawah
menggunakan kain, kayu atau gambar yang berfungsi sebagai penutup gerak
pencerita, sehingga perhatian anak dapat tertuju sepenuhnya pada boneka.
5. Jika diperlukan,
bisa menyediakan peralatan tambahan seperti tape recorder, musik pengiring dan
lain-lain.
6. Biasanya
sandiwara boneka tangan panggung memerlukan minimal dua orang, yang salah
satunya sebagai pencerita utama dan lainnya sebagai pencerita pendukung dan
biasanya merangkap sebagai operator musik.
7. Memaksimalkan
peran musik pengiring dan penegas untuk menghidupkan latar cerita dan
pembangkit suasana dramatik.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dongeng adalah cerita sederhana yang tidak
benar-benar terjadi. Dongeng berfungsi untuk menyampaikan moral (mendidik) dan
juga menghibur.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar