Rabu, 11 Oktober 2017

Moral dan Hukum serta Tindakan Dalam Penegakkan HAM Internasional




KONSEP DASAR MORAL DAN HUKUM HAM

MORAL DAN HUKUM SERTA TINDAKAN DALAM PENEGAKKAN HAM INTERNASIONAL


Dosen Pengampu :
Dr. Puspa Djuwita, M.Pd. 
Disusun Oleh :

Kelompok 9

SADELA NURHAYANI (A1G016071)
CINDY DEHVISI (A1G016040)
GUSTI KRISTIA NINGRUM (A1G016070)

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016/2017

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Konsep Dasar Moral dan Hukum HAM yang berjudul “Moral dan Hukum serta Tindakan dalam penegakkan HAM Internasional” ini dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Moral dan Hukum HAM oleh Dosen Pengampu Mata Kuliah Dr. Puspa Djuwita, M.Pd.

Makalah ini di harapkan mampu membantu dan memperdalam pengetahuan kita mengenai Moral dan Hukum HAM terutama dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, makalah ini diharapkan agar menjadi bacaan para pembaca agar menjadi warga Negara yang bermoral dan bertanggung jawab khususnya dalam dunia pendidikan.

Oleh karena itu, makalah  ini diharapkan agar kita memiliki sikap yang kritis terhadap situasi kondisi dan juga dapat menerima perubahan yang terjadi di masyarakat terutama dalam dunia pendidikan. Kami juga memerlukan kritik dan saran dari  para pembaca demi sempurnanya makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada para pembaca yang sudah berkenaan membaca makalah ini dengan tulus ikhlas. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan pembaca. Aamiin

                                                                                                               Bengkulu, 3 Mei 2017

                                                                                                                       

DAFTAR ISI
 
Halaman Judul ………………………………………………………………… i
Kata Pengantar ………………………………………………………………… ii
Daftar Isi………………………………………………………………………...  iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ………………………………………………………………. 1
B.     Rumusan Masalah …………………………………………………………… 1
C.     Tujuan Makalah ……………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Penegakkan Hak Asasi Manusia dalam Konteks Hukum Internasional …….. 3
B.     Sikap dan Tanggapan yang Harus Dilakukan
Masyarakat Internasional Terhadap Kasus-Kasus Pelanggaran …………….. 6
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan …………………………………………………………………... 9
B.     Saran …………………………………………………………………………. 9
Daftar Pustaka …………………………………………………………………. 10




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia sejak manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang dimiliki setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan langsung dan harus menghormati hak yang dimiliki orang lain. Hak asasi manusia teriri atas dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Tanpa adanya kedua hak ini maka akan sulit untuk menegakkan hak asasi lainnya. 

Pengakuan terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan terhadap segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. Walaupun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa hakikat tersebut tidak hanya mengundang hak untuk mengikuti kehidupan secara kodrati. Sebab dalam hakikat kodrati itupun terkandung kewajiban pada diri manusia tersebut. Tuhan memberikan sejumlah hak dasar tadi dengan kewajiban membina dan menyempurnakannya. HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundmental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara. 
 
Dengan demikian, hakikat pengormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan. Keseimbangan adalah antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer), dan negara.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Penegakkan Hak Asasi Manusia dalam Konteks Hukum Internasional?
2.      Bagaimana Sikap dan Tanggapan yang Harus Dilakukan Masyarakat Internasional Terhadap Kasus-Kasus Pelanggaran?

C.    Tujuan Makalah
1.  Untuk memahami dan mengetahui penegakkan Hak Asasi Manusia dalam Konteks Hukum Internasional.
2.  Untuk mengetahui dan memahami sikap dan tanggapan yang harus dilakukan masyarakat Internasional terhadap kasus-kasus pelanggaran.
      
      
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Penegakan Hak Asasi Manusia Dalam Konteks Hukum Internasional

Hak Asasi Manusia Dalam Konteks Hukum Internasional Dalam konteks hak asasi manusia, hukum Internasional mempunyai kualitas ganda sebab ia menciptakan penghalang bagi proteksi hak asasi yang efektif dan sekaligus juga menyediakan sarana untuk mengatasi rintangan-rintangan. Brwonlie menggambarkan “kedaulatan” sebagai doktrin konstitusional yang pokok dari hukum negara. Pada hakikatnya, kedaulatan mewakili totalitas hak-hak negara dalam menjalankan hubungan luar negerinya dan menata urusan-urusan dalam negerinya. Tetapi ini tidak berarti bahwa semua negara bebas sepenuhnya menjalankan kedaulatan dan kemerdekaannya ke luar negri maupun di dalam negri mengingat mereka tunduk pada berbagai pembatasan yang dikenakan terhadap kegiatan mereka oleh hukum internasional. Semua negara sama-sama berdaulat, mak masing-masing negara tidak diwajibkan untuk tunduk pada keputusan Mahkamah Internasional, kecuali negara tersebut memberitahukan terlebih dahulu persetujuannya untuk mematuhi keputusan itu. Sehingga begitu hak asasi manusia diangkat menjadi masalah yang menjadi perhatian hukum internasional danbukan lagi nasional, negara-negara yang bersangkutan tidak lagi dapat mengatakan bahwa hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan masalah yang berada dalam yurisdiksi domestiknya.

Lalu individu sebagai subjek hukum internasional. Menurut hukum internasional, individu secara pribadi dapat dianggap bertanggung jawab terhadap kejahatan perang, genosida, penganiayaan dan apartheid. Namun oleh Prof. Nguyen Quoc Din individu hanya sebagai subjek hukum buatan 7. Karena kehendak negara-negaralah yang menjadikan individu-individu tersebut dalam hal-hal tertentu sebagai subjek hukum internasional. Hukum internasional masih tetap mengatur hubungan antar negara dan subjek-subjek hukum lainnya, sedangkan individu dalam hal-hal tertentu. Pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi berkembang dengan cepat bersamaan dengan perkembangan yang melaju hubungan antar bangsa dan proliferasi organisasi-organisasi regional dan multilateral global. PBB telah membagi kegiatan dalam beberapa periode sebagai berikut:

a)      Periode pembentukan sistem, dari piagam PBB ke deklarasi Universal HAM (1945-1948).
b)      Periode perbaikan sistem, yang menuju kepada pengesahan berbagai konvensi dan instrument HAM internasional (1949-1966).
c)      Periode pelaksanaan sistem, yang dimulai dari pengesahan instrumen hingga konferensi Wina (1967-1993).
d)     Periode perluasan sistem, dari konferensi Wina hingga pelaksanaan tindak lanjut (1993-1995).
e)      Periode menuju perlindungan HAM baru (1996-2000). Dalam berbagai ketentuan yang terdapat dalam Piagam, berkali-kali diulang penegasan bahwa PBB akan mendorong, mengembangkan, dan mendukung penghormatan secara universal dan efektif hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok bagi semua tanpa membedakan suku, kelamin, bahasa, dan agama. Ketentuan ini diulang dalam pasal 1 ayat 3 Piagam, pasal 13 ayat 1 b, pasal 55 c, pasal 62 ayat 2, pasal 68, dan pasal 76 c.

Semua permasalahan hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok ini dibahas oleh salah satu Komite Utama Majelis, yaitu Komite Tiga yang menangani masalah-masalah HAM, kemanusian, sosial, dan kebudayaan. Majelis utama juga dibantu oleh salah satu organ utama PBB yaitu dewan ekonomi dan social yang dapat membuat rekomendasi agar terlaksananya penghormatan yang efektif terhadap hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok. Dewan ekonomi dan sosial dapat membentuk komisi, salah satunya adalah Komisi Hak Asasi Manusia (KHAM) dan komisi mengenai Status Wanita. Kedua komisi ini dibentuk pada tahun 1946. Komisi hak-hak manusia beranggotakan 53 negara, dan komisi status Wanita beranggotakan wakil-wakil dari 45 negara. 

a.       Ada dua badan khusus PBB yang juga menangani HAM yaitu Organisasi buruh Sedunia (ILO), didirikan tahun 1946. Bertugas untuk memperbaiki syarat-syarat bekerja dan hidup para buruh melalui penerimaan konvensi-konvensi internasional mengenai buruh dan membuat rekomendasi standar minimum di bidang gaji, jam kerja, syarat-syarat pekerjaan dan jaminan social. Badan khusus kedua adalah UNESCO yang didirikan pada tahun 1945, untuk mencapi tujuan meningkatkan kerjasama antar bangsa melalui pendidikan , ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dan untuk meningkatkan secara universal penghormatan terhadap peraturan hukum, hak-hak asasi dan kebebasan-kebasan pokok.

Menurut sistem PBB, dalam upaya pemajuan dan peningkatan HAM dikenal tiga bidang utama yakni:
a)      Upaya Pembakuan standar internasional.
b)      Kegiatan monitoring/pemantauan pelaksanaan HAM.
c)      Jasa nasehat dan kerja sama teknik.
d)     Dalam upaya pemantauan konvensi yang telah diratifikasi oleh negara, maka terdapat enam Badan Pemantauan Instrumen, yakni:
1.      Komite HAM: memantau hak-hak sipil dan politik.
2.      Komite Ekonomi dan Sosial Budaya: memantau pelaksanaan hak-hak tersebut.
3.      Komite Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi: khusus memantau mengenai bentuk diskriminasi.
4.      Komite Anti penyiksaan: yang memantau pelaksanaan konvensi anti penyiksaan.
5.      Komite penghapusan diskriminasi terhadap wanita: memantau diskriminasi wanita.
6.      Komite hak-hak Anak: khusus memantau pelaksanaan konvensi hakhak anak.
 
Majelis umum PBB mencanangkan Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) tanggal 10 Desember 1948. Deklarsi ini terdiri dari 30 pasal yang mengumandangkan seruan agar rakyat menggalakkan dan menjamin pengakuan yang efektif dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam deklarasi. Pasal 1 dan 2 menegaskan bahwa semua orang dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama dan berhak atas semua hak dan kebebasan sebagaimana yang ditetapkan oleh deklarasi tanpa membeda-bedakan baik dari segi ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, ma yang lain, maupun yang lain, asal-usul kebangsaan atau social, hak milik, kelahiran, atau kedudukan yang lain. Pasal 3 sampai 21 menempatkan hak-hak sipil dan politik yang menjadi hak semua orang. Hak-hak itu antara lain:
1.      Hak untuk hidup.
2.      Kebebasan dan keamanan pribadi.
3.      Bebas dari perbudakan dan penghambaan.
4.      Bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berprikemanusiaan ataupun yang merendahkan derajat kemanusiaan.
5.      Hak untuk memperoleh pengakuan hukum diman saja sebagai pribadi.
6.      Hak untuk pengampunan hukum yang efektif.
7.      Bebas dari penangkapan, penahan, atau pembuangan yang sewenang-wenang.
8.      Hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang dilakukan oleh pengadilan yang independen dan tidak memihak.
9.      Hak praduga tidak bersalah.
10.  Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat.
11.  Bebas dari serangan kehormatan dan nama baik.
12.  Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu.
13.  Bebas bergerak hak untuk memperoleh suaka, hak atas suatu kebangsaan, hak untuk menikah dan membentuk keluarga, hak untuk mempunyai hak milik.
14.  Bebas berpikir berkesadaran dan beragama dan menyatakaan pendapat.
15.  Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk ambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.

2.      Sikap Dan Tanggapan  Yang Dilakukan Sebagai Masyarakat Internasional Terhadap Kasus Pelanggaran
a.       Sebagai warga negara, sikap yang patut kita munculkan dalam upaya penegakan hak asasi manusia antara lain dapat berupa hal berikut.
1)      Menolak dengan tegas setiap terjadinya pelanggaran HAM dengan alasan bahwa pelanggaran hak asasi manusia pada dasarnya adalah pelanggaran atas harkat dan martabat manusia. Pelanggaran HAM juga bertentangan dengan berbagai peraturan HAM. Pelanggaran HAM akan mengancam hak kemerdekaan bagi seseorang dalam berbagai segi kehidupan.
2)      Mendukung dengan tetap bersikap kritis terhadap upaya penegakan HAM dengan cara mendukung upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga perlindungan HAM lainnya. Upaya dukungan kita terhadap tindakan tegas terhadap para pelaku pelanggaran HAM perlu terus dilakukan. Bentuk dukungan lain yang dapat kita lakukan adalah memberikan bantuan kemanusiaan.

b.      Tanggapan Terhadap Kasus – Kasus Pelanggaran Atau Kejahatan Ham Di Berbagai Negara
Kasus – kasus pelanggaran atau kejahatan HAM di berbagai negara internasional, telah membawa umat manusia dalam kehidupan yang sangat menderita. Begitu pula pelanggaran HAM internasional dapat mengancam perdamaian dunia.
Tanggapan atau respons kita misalnya bersikap tegas yaitu tidak membenarkan dan tidak mentolerir setiap pelanggaran dan kejahatan HAM internasional. Karena secara moral jelas tidak baik, yaitu bertentangan nilai-nilai kemanusiaan. Secara hukum atau yuridis, tidak sejalan dengan prinsip sistem hukum HAM yang mengaharuskan setiap orang/negara menghormati dan mematuhi konvensi HAM internasional. Secara politik juga akan mengancam hak kemerdekaan bagi suatu bangsa. Misalnya dalam hal ini adalah kejahatan perang agresi (invansi) suatu negara ke negara lain.
Disamping itu, tanggapan kita bisa berupa perilaku aktif ikut menyelesaikan masalah pelanggaran HAM internasional, sesuai dengan kemampuan dan prosedur yang dibenarkan. Hal ini sejalan dengan amanat Konstitusi kita (Pembukaan UUD 1945) yaitu “….ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…..”. Juga sejalan dengan “Deklarasi Pembela HAM” yang dideklarsikan oleh Majlis Umum PBB pada tanggal 9 Desember 1998. Isi deklarsi itu antara lain menyatakan “Setiap orang mempunyai hak secara sendiri – sendiri maupun bersama – sama untuk ikut serta dalam kegiatan menentang pelanggaran HAM”.
Kegiatan tersebut sebagai tanggapan terhadap pelanggaran HAM bisa bersifat nasional atau internasional. Bentuknya bisa berupa: melakukan pertemuan secara damai, membentuk atau bergabung dan ikutserta dalam oragnisasi-organisasi non-pemerintah (LSM), berkomunikasi dengan organisasi non-pemerintah maupun antar pemerintah untuk melakukan penentangan terhadap pelanggaran HAM. 

Dengan katalain tanggapan terhadap pelanggaran HAM di berbagai negara dapat dinyatakan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, yakni :
a)      Mengutuk, misalnya : dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan lewat majalah sekolah, surat kabar, dikirim ke Kedutaan Besar negara yang bersangkutan, disampaikan ke Perwakilan PBB atau badan internasional terkait seperti perwakilan Komisi Hak Asasi Manusia. Bisa juga kecaman/kutukan itu dalam bentuk poster, demo secara tertib.
b)      Mendukung upaya lembaga yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku pelanggaran HAM. Misalnya : mendukung upaya negara menindak tegas para pelakunya dengan menggelar peradilan HAM, mendukung upaya menyelesaikan melalui lembaga peradilan HAM internasional untuk mengambil alih, apabila peradilan HAM yang dilakukan suatu negara mengalami jalan buntuk.
c)      Mendukung dan berpartisipasi dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa berwujud makanan, pakaian, obat-obatan dan tenaga medis. Partisipasi kita bisa berwujud menggalang pengumpulan dan penyaluran berbabagai bantuan kemanusiaan tersebut.
d)     Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi dan rehabilitasi bagi para korban. Restitusi merupakan ganti rugi yang dibebankan pada para pelaku baik untuk korban atau keluarganya. Jika restitusi dianggap tidak mencukupi, maka harus diberikan kompensasi yaitu kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi pada korban atau keluarganya. Disamping restitusi dan kompensasi, korban juga berhak mendapat rehabilitasi. Rehabilitasi bisa bersifat psikologis, medis dan fisik. Rehabilitasi psikologis misalnya berupa pembinaan kesehatan mental untuk terbebas dari trauma, stres dan gangguan mental yang lain. Rehabilitasi medis, yaitu berupa jaminan pelayanan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi fisik dapat berupa pembangunan kembali sarana dan prasarana, seperti perumahan, air minum, perbaikan jalan,dan lain-lain.

3 komentar: